:
Oleh MC Kota Sorong, Rabu, 7 September 2016 | 13:07 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 714
Sorong, InfoPublik - Kota Sorong merupakan salah satu kota yang rawan dengan bahaya seperti gempa dan tsunami selain sembilan jenis bahaya yang terdapat di Kota Sorong sendiri.
Demikian penjelasan Tim Ahli BNPB Pusat, Dani Kusmajaya, S.P.,M.Si pada acara Workshop Sosialisasi dan Internalisasi Penyusunan Kajian Risiko Bencana Bencana Kabupaten/Kota Wilayah Sulawesi, Maluku, Papua dan NTT Tahun Anggaran 2016 yang dilaksanakan di Aula Samu Siret, Kompleks Kantor Walikota Sorong, Senin (5/9).
Sembilan dari sepuluh jenis bahaya tadi adalah, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, gelombang ekstrim dan abrasi, cuaca ekstrim, kekeringan serta kebakaran hutan dan lahat. Sementara untuk jenis bahaya kesepuluh yang tidak terdapat di Kota Sorong adalah banjir bandang.
Salah satu peserta dari Dinas Kesehatan Kota Sorong memberi masukan terkait pemaparan 10 jenis bahaya tadi, peserta meminta BNPB agar mempertimbangan jenis bahaya sosial seperti konflik-konflik yang sering terjadi di Kota Sorong.
Sementara itu, peserta dari BMKG Kota Sorong mengkritisi sejumlah peta yang dipajang panitia, dimana menurutnya, peta-peta tersebut tidak sedikitpun melibatkan pihak BMKG. Apalagi peta bahaya gempa bumi, tsunami dan cuaca ekstrim. Disebutkan, dalam peta nara sumber tidak menjelaskan lokasi di mana saja di Kota Sorong akan rawan dengan gempa. Hal ini dikarena warna yang diberi pada peta di Kepala Burung berwarna merah semua.
“Menurut saya, peta tersebut tidak diberi warna sehingga kami tidak berpikir jika semua lokasi yang berada di Kota Sorong rawan bencana. Apabila diberi tanda lokasi-loasi mana saja yang menjadi daerah rawan, tentunya hal ini menjadi acuan dalam pembangunan infrastruktur dan tata ruang kota. Terlebih lagi, masyarakat bisa lebih berhemat dalam pembiayaan dengan membangun rumah di lokasi yang tidak rawan bencana”, kritik peserta dari BMKG.
Selain itu, peserta tersebut juga membantah keras lokasi pewarnaan pada peta bahaya tsunami, dimana lokasi yang diberi tanda rawan adalah daerah bagian Selatan. Menurutnya, lokasi tersebut justru lebih banyak dihalangi pulau-pulau besar di Raja Ampat. Sehingga dia (peserta BMKG, red) meminta kepada nara sumber untuk lebih mendetail tentang dari mana arah datang dan tinggi tsunami.
“Sebenarnya peta yang kami bikin adalah peta yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPK). Kami menggunakan peta dari BPS karena sudah dilengkapi dengan wilayah administratif, walaupun pihak BPS juga sebenarnya mengambil peta dari BMKG”, jelas Dani.
Dijelaskan, pembuatan peta beserta letak bahaya yang dikeluarkan pihaknya berdasarkan metodologi dan lebih banyak mengacu pada teori yang berasal dari Jepang. Hal ini dikarenakan Jepang merupakan Negara yang maju dalam penyelidikan gempa bumi. Sedang parameter dan metodologi penyusunan peta bahaya dibuat berdasarkan Perka BNPB No. 2 tahun 2012, pnduan teknis dari Kementerian/Lembaga dan arahan tim asistensi BNPB.
Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kota Sorong, Ismail Latuconsina di waktu sebelumnya menjelaskan, Kota Sorong masuk dalam kategori kawasan rawan bencana. Baik bencana alam, non alam maupun sosial.
“Apabila kita cermati bersama dampak negatif dan kerugian yang ada, pada dasarnya dapat dikurangi apabila kita memiliki data dan analisa yang memadai, dalam hal perencanaan penanggulangan bencana ini. Ditulah kita berkumpul bersama di sini untuk menyusun kajian risiko bencana di Kota Sorong yang kita cintai ini,”ujar Asisten I.
Penyusunan kajian risiko bencana, dapat diketahui potensi jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan oleh kejadian bencana, sehingga dapat ditekan sedini mungkin dan se-sedikit mungkin. Asisten I juga berterimakasih kepada Badan Nasional penanggulangan bencana (BNPB) yang telah hadir di Kota Sorong, sebagai asistensi atau nara sumber dalam rangka kajian risiko bencana.
“Pada kesempatan ini pula saya, mengharapkan kita yang hadir sebagai peserta untuk dapat memberikan saran, usul dan masukan yang nyata dalam penyusunan kajian risiko bencana di Kota Sorong yang kita cintai, sehingga harapan kita dan tujuan mulia ini dapat tercapai dengan maksimal”, harap Asisten I mengakhiri sambutannya.
Di waktu sebelumhya, Dani kepada peserta menjelaskan, potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta serta gangguan kegiatan masyarakat.
Perlu diketahui, BNPB sebagai koordinator penanggulangan bencana di tingkat pusat bersama dengan BPBD menginisiasi penyusunan KRB pada tahun 2016. Kegiatan ini sendiri dilaksanakan di 45 Kabupaten/Kota dengan anggaran APBN dan partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Perka BNPB Nomor 2 tahun 2012.
Untuk menjamin validitas dan tingkat partisipatif dibentuk tiga tim pelaksana yang terdiri dari 3 tim yaitu, tim substansi, penulis dan Asistensi. (MC.kominfo Kota Sorong/Eyv)