:
Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Selasa, 7 Juni 2016 | 16:42 WIB - Redaktur: Tobari - 401
Semarang, InfoPublik - Upaya pengentasan kemiskinan yang selama ini terkendala pada persoalan data yang tidak valid, kini dapat teratasi dengan adanya hasil Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
“Data tersebut disepakati menjadi single data untuk penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah,” kata Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP usai memberi penegasan pada kegiatan Rakor Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) tingkat Jawa Tengah di Kantor Bappeda, Senin (6/6).
Dikemukakannya bahwa kita sudah punya data dari TNP2K. Data itu adalah data by name, by address di seluruh Jateng. Sekarang data itu kita potong-potong per kabupaten/ kota, kita bagikan kepada bupati/walikota agar itu menjadi basis data utama.
PBDT yang dipegang bupati/walikota, diminta Gubernur Ganjar untuk dijadikan acuan data yang presisi. Para bupati/walikota kemudian bertugas untuk memastikan, mengawal, meng-update, dan memberikan perlakuan yang dibutuhkan terhadap nama-nama yang tercantum dalam PBDT.
Dipastikan apakah betul dia miskin, butuh perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH), butuh jaminan kesehatan, jaminan pendidikan. Apakah dia perlu bantuan akses modal, pelatihan, agar mereka bisa keluar dari kemiskinannya.
“Nanti per tiga bulan kita harapkan mereka (kabupaten/kota) melapor kepada kami bagaimana perkembangan penanganannya,” jelas Ganjar.
Ditambahkan Ganjar, yang menjadi fokus penanganan kemiskinan bukan hanya keluarga miskin, tapi juga rentan miskin. Upaya pencegahannya selain dengan pengendalian inflasi dan menerapkan kebijakan makro, juga membantu mereka melalui pelatihan, maupun pendampingan.
“Cara-caranya yang umum melalui pengendalian inflasi, dan kebijakan makro. Kemudian mendata mereka. Maka Dinas Koperasi dan UMKM sekarang saya minta untuk mendata. Dinas Perindustrian dan Perdagangan siap melakukan pelatihan, memasarkan dan membantu pendampingan, termasuk yang ada di desa,” paparnya.
Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah Urip Sihabuddin dalam paparannya menyampaikan, data BPDT adalah data yang menyajikan tingkat kesejahteraan keluarga dengan mengelompokkan 40% kesejahteraan terendah. Berdasarkan data itu, di Jawa Tengah diketahui ada 3.885.900 kepala rumah tangga atau 13.852.506 individu yang kesejahteraannya rendah.
“Dari kelompok yang kesejahteraannya rendah itu kami bagi menjadi kepala rumah tangga penduduk produktif dan nonproduktif. Kelompoknya tidak berdasar usia karena sulit. Faktanya ada usia 60 tahun yang masih bekerja, dan ada yang masih muda tidak bisa bekerja karena sakit,” urainya.
Urip menjelaskan, yang disebut kelompok produktif adalah yang usianya di atas 15 tahun, tidak menyandang disabilitas, dan tidak mempunyai penyakit kronis/menahun.
Sedangkan kelompok nonproduktif adalah menyandang disabilitas (terutama cacat mental retardasi, mantan penderita gangguan jiwa, cacat fisik dan mental) dan berpenyakit kronisi (terutama tbc, stroke, kanker atau tumor ganas, dan lainnya (gagal ginjal, flek paru)).
Untuk intervensi KRT produktif yang tidak ditanggung APBN sebanyak 281.774 KRT, imbuhnya, dilakukan dengan memberikan perlindungan sosial (program keluarga harapan, program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), beras sejahtera, Jamkesmas dan bantuan siswa miskin (BSM)).
Perlindungan sosial itu diupayakan dari pemerintah pusat. Sementara, intervensi pemerintah daerah berupa pemberdayaan yang meliputi pelatihan, bantuan modal usaha dan pendampingan. Selain itu diberikan penguatan berupa pembangunan RTLH, jamban dan listrik.
“KRT nonproduktif yang tidak mendapat bantuan dari APBN sebanyak 13.370 KRT. Mereka yang nonproduktif akan diberi program kesejahteraan sosial berupa jaminan sosial keluarga sejahtera (jaminan hidup), rastra, BPJS PBI (Jamkesmas nonkuota), dan BSM sesuai kewenangan kabupaten/ kota dan ditambah program penguatan,” kata Urip.
Mekanisme penyaluran dana, baik jaminan hidup, rastra, BPJS PBI, dan BSM dirancang menggunakan Kartu Jateng Sejahtera. Kebutuhan anggaran per tahun untuk program perlindungan sosial bagi KRT nonproduktif sebesar Rp 48,94 miliar. Anggaran itu bisa dipenuhi dengan sharing antara pemerintah pusat, kabupaten/ kota dan provinsi. (humas jateng/MCjateng/toeb)