:
Oleh Prov. Riau, Senin, 6 Juni 2016 | 15:09 WIB - Redaktur: Tobari - 166
Tembilahan, InfoPublik - Bobo (10), bukan nama sebenarnya, terlihat bergegas memasukan uang recehan Rp2.000 ke dalam sakunya dengan raut wajah bahagia. Saat teman-teman lainnya mendekat, Bobo berusaha bersikap seperti biasa, seakan tidak ada kejadian.
Ia sepertinya berusaha berbohong agar teman-teman satu profesi dengannya tidak mengetahui bahwa dia dapat uang, karena takut diminta. Dengan penuh semangat Bobo kembali memasang wajah sedih dan memasuki rumah makan di sebelah untuk memainkan aksinya agar kembali dikasihani pengunjung.
Dengan berbekal gelas bekas minuman mineral, Bobo kembali melancarkan aksinya terhadap pengunjung yang sedang menikmati makanan berbuka puasa, Senin (6/6).
Sambil menadahkan tangan tanpa berkata apa-apa atau hanya sekedar menyanyikan sebait lagu, seperti pengemis di kota-kota besar, Bobo berusaha memasang wajah sedih dengan harapan ada dermawan yang kembali memberi ia uang.
Namun, tidak jarang, Bobo harus menerima umpatan dari tamu rumah makan karena tidak pantas anak seusia Bobo dengan kondisi fisik normal harus melakukan pekerjaan sehina ini, yang biasanya dilakoni orangtua yang tidak mampu.
Ajaran dan banyak kata dari para pengunjung tersebut tidak membuat semangatnya surut, dan ia kembali pindah ke warung lain untuk melakukan hal yang sama.
Dari pantauan, ada puluhan anak-anak yang berusia 6 hingga 12 tahun menjalankan profesi pengemis seperti ini di kota Tembilahan. Bahkan sebagian mereka masih duduk di bangku sekolah dasar, dan terlihat begitu percaya diri memainkan peran sebagai pengemis cilik tersebut.
“Saya masih sekolah bang, kadang uang yang didapat dari hasil mengemis ini untuk biaya sekolah dan sisanya buat jajan. Karena mau lebaran, uang ini nantinya juga disimpan buat beli baju baru,” ujar Bobo yang mengaku, apa yang dilakukan ini tidak diketahui oleh kedua orang tuanya.
Toni, salah seorang pemilik rumah makan di Tembilahan mengaku fenomena pengemis anak-anak pengemis ini sudah cukup lama berlangsung. Pemkab Inhil melalui dinas terkait dinilai kurang dan lamban memperhatikan kondisi ini karena lebih terfokus memberantas gelandangan dan pengemis yang rata-rata sudah berumur.
Sementara puluhan anak-anak pengemis tidak pernah ditertibkan. Kondisi ini semakin bertambah jumlahnya selama bulan ramadhan dan menjelang Idul Fitri.
“Apa jadinya anak-anak ini nanti, kalau sekarang saja mentalnya sudah rusak karena tidak malu lagi meminta-minta. Padahal sebagian besar dari mereka sekolah. Apakah yang dilakukannya ini tidak diketahui orang tua atau guru mereka. Pemkab pun sepertinya luput untuk mengawasi fenomena ini,” ujarnya. (MC Riau/zul/toeb)