:
Oleh MC Kabupaten Bojonegoro, Kamis, 21 April 2016 | 12:01 WIB - Redaktur: Tobari - 827
Bojojonegoro, InfoPublik - Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, harus mengevaluasi ulang anggaran pengeluaran dan belanja daerah (APBD) tahun 2016 ini, seiring dengan turunnya harga minyak mentah dunia.
Hal ini dilakukan karena dengan menurunnya harga minyak mentah dunia hingga di angka US$40 per barel, telah mempengaruhi penerimaan dana bagi hasil minyak dan gas bumi baik dari Pertamina EP, JOB-PPEJ, maupun ExxonMobil Cepu Limited (EMCL).
"Tahun ini, gara-gara harga minyak terjun bebas hingga US$40 per barel, Pemkab Bojonegoro hanya mendapat dana bagi hasil Rp887 miliar," ujar Bupati Bojonegoro Suyoto, Kamis (21/4).
Penurunan DBH Migas tahun ini hampir 65% jika dibandingkan harga minyak mentah dunia masih US$100 per barel. Sehingga, saat diprediksi dapat Rp1,4 triliun, baru saja disahkan sudah turun Rp500 miliar. "Hal ini berdampak langsung terhadap pembangunan di Kabupaten Bojonegoro," ungkapnya.
Saat ini, pihaknya harus menunda program pembangunan yang sudah direncanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 235. “Kami harus mengatur keuangan sangat ketat. Menurunnya, dana bagi hasil migas membuat kami mereschedule semuanya,” ujarnya.
Pemkab Bojonegoro terancam tidak bisa melaksanakan kegiatan pembangunan. Di antaranya, menunda pembangunan jembatan trucuk dan pengurangan anggaran dana desa (ADD). Sebab, besarnya ADD juga berdasarkan pendapatan dari dana bagi hasil migas. "Besaran ADD harus dikoreksi,” bebernya.
Meski demikian, Suyoto menegaskan, pembagian uang sebesar Rp2 juta per tahun kepada siswa setingkat SMA yang diambilkan dari dana bagi hasil minyak dan gas bumi masih diteruskan. "Kalau untuk itu tidak ada penundaan, tetap kami laksanakan," katanya.(MC Bojonegoro/toeb)