Indoktrinasi Gafatar Sudah Terjadi

:


Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Rabu, 27 Januari 2016 | 13:16 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 245


Semarang, InfoPublik  – Sebanyak 359 anggota eks-Gafatar Senin (25/1) pagi tiba di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Kedatangan mereka ditemui Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP.

Saat Gubernur Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo mengajak berdialog, sejumlah anggota eks-Gafatar mengaku mau ke Kalimantan Barat hanya untuk bertani dan memperbaiki kehidupan ekonominya. Mereka tidak mendapatkan ajaran tertentu yang dinilai menyimpang.

“Saya cuma diajari bertani, ada isu-isu merekrut, atau apa, itu nggak ada.Kita tidak menjalankan salat, itu tidak benar. Saya tetap salat. Kalau ada yang tidak salat, itu kembali pada keimanan masing-masing,” kata Doni (30) warga eks-Gafatar asal Bantul, Yogyakarta saat ditanya Gubernur Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo SH MIP di Ruang Transit Pelabuhan Tanjung Emas.

Rini (41) yang juga warga eks-Gafatar asal Bantul, Yogyakarta menuturkan, pihaknya  menjual rumahnya seharga Rp 200 juta untuk berangkat ke Pontianak. Alasannya, ingin memulai hidup baru bersama suami dan anak-anaknya. Uang itu untuk membuka lahan dan mengontrak rumah. Saat disinggung apakah ia menjalankan ajaran agamanya, dia berterus terang mengatakan tidak.

Warga eks-Gafatar lain asal Wonogiri, Suswati (54) dan anaknya Uji Hardianto (18) mengatakan dirinya sudah betah di Rasau, meskipun baru tinggal empat bulan dan hanya mengelola tanah seseorang yang diakuinya sebagai teman. Tanah seluas 4,5 hektare itu juga dikelola bersama-sama dengan rekannya yang lain.“Tanah milik kita bersama, tanggungjawab bersama, dan dikelola bersama. Tanah sudah bersertifikat atas nama seseorang. Anggota pernah diperlihatkan sertifikatnya. Nanti hasil mengolah tanah dibagi-bagi untuk kita sendiri,” jelas Uji dan Suswati.

Ditanya soal aktivitas ibadahnya, keduanya yang beragama Islam menyampaikan tidak menjalankan salat. Meskipun begitu, mereka menuturkan tidak ada yang melarang mereka beribadah. “Dulu waktu di Wonogiri salat. Sekarang tidak, tetapi bukan karena tidak boleh salat. Dulu salat cuma ikut-ikutan saja. Tidak tahu ilmunya walaupun di SD dan SMP mendapat pelajaran itu. Kita di sana bertani saja,” ujarnya. Mendengar penuturan mereka, Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan, informasi yang diperolehnya dari berdialog mengkonfirmasi bahwa ajaran Gafatar sebenarnya ada, meskipun tidak ada yang mengakui. Mereka cuma menyampaikan diajari menanam.

“Tadi, ada anak SMA yang kelihatan siap betul. Artinya, kalau saya lihat dari cara dia ngomong, apa yang menjadi indoktrinasi sudah masuk. Dulu salat, sekarang nggak. Mengakunya nggak paham. Padahal dari SD sampai SMP mendapatkan pendidikan agama. Nggak mungkin orang yang pernah mendapat pendidikan agama nggak paham. Jawaban itu mengkonfirmasi ajaran-ajaran itu sebenarnya terjadi,” jelasnya.

Ia juga mendapatkan keterangan bahwa rata-rata mereka merantau karena ingin mencari kehidupan baru. Keinginan ini ditengarai membuka peluang mereka menjadi objek untuk bisa diajak dan dipengaruhi. Karenanya, untuk membantu memperbaiki kehidupan ekonomi mereka, Pemprov Jateng bersedia memfasilitasi warganya. Namun, akan dilakukan assessment terlebih dahulu untuk mengetahui apa yang menjadi keinginan mereka ke depan.

“Kalau mereka memang butuh keterampilan dan sebagainya kita bisa bantu. Bisa kita koordinasikan dengan pemkab/ pemkot. Nanti kita ukur kekuatan dia. Mau jadi pedagang kita kasih modal usaha, atau ingin menjadi petani penggarap kita ajari,” paparnya. Untuk menjaga mereka tidak kembali ke Gafatar, imbuhnya, pemerintah harus melakukan sosialisasi terus menerus dengan melibatkan banyak pihak. Termasuk, gerakan-gerakan radikal sehingga deradikalisasi semakin muncul.“Gafatar tidak termasuk kelompok radikal. Tapi berdasar riset, Gafatar perlu diwaspadai karena targetnya bukan jangka pendek. Ini target jangka panjang,” ujarnya.

Dari Pelabuhan Tanjung Emas, ratusan anggota eks-Gafatar dibawa ke tempat penampungan di Asrama Haji Donohudan Boyolali. Mereka akan ditampung selama lima hari di tempat itu. Namun, sebelum diberangkatkan mereka menjalani pendataan dan cek kesehatan terlebih dahulu.“Mereka ditampung untuk memberikan kelonggaran bagi mereka yang sudah menempuh perjalanan tiga malam. Beberapa dari mereka juga ada yang sakit gejala malaria dan DB. Anak-anak dan ibu hamil menjadi prioritas supaya tidak mengalami shock psikologi karena pikiran dan kelelahan,” tutur Kepala Biro Humas Setda Jateng Drs Sinoeng N Rachmadi MM. (humas jateng/MCjateng/eyv)