:
Oleh MC Kabupaten Sleman, Senin, 25 Januari 2016 | 14:53 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 434
Sleman, InfoPublik - Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman Luthfi Hamid mengimbau masyarakat jangan mendiskriminasi mantan anggota Gafatar, agar mereka bisa kembali berbaur dengan lingkungan.‬
”Siapapun manusia pernah melakukan kesalahan karena khilaf, maka masyarakat jangan melakukan diskriminasi terhadap siapapun yang ingin tinggal di bumi pertiwi ini,” kata Luthfi di Sleman, Senin (25/1).
‪D isamping itu, ia juga mengimbau masyarakat selalu melakukan pengawasan terhadap kondisi lingkungan sekitar, untuk mengantisipasi tumbuhnya aliran sesat yang cenderung menciptakan situasi disharmoni atau perpecahan di kalangan anak bangsa.
Di sisi lain, lanjutnya, Pemkab Sleman berupaya mengintensifkan dialog antar ummat beragama guna mengeliminasi kemungkinan munculnya paham radikal di Sleman.
"Upaya eliminasi paham radikal melalui pengintensifan dialog antar ummat beragama dan berbagai elemen masyarakat tersebut," tutur Luthfi menanggapi kemungkinan munculnya ajaran radikal di Sleman.
Menurutnya, wilayah Sleman yang kondisinya sangat terbuka ditambah dengan mobiltas manusia yang relatif tinggi, sangat potensial bagi masuknya paham dan idiologi radikal, termasuk ajaran sesat.
Karena itu, Kementrian Agama bersama Pemkab Sleman terus mengupayakan pengawasan dan pembinaan sosial kemasyarakatan termasuk keagamaan. Melalui ajang silaturahmi dan komunikasi forum ummat beragama, melalui pendekatan komunikasi dialogis tersebut, Luthfi berharap kehidupan ummat beragama di Sleman lebih harmonis sehingga jika muncul gejala radikalisme langsung ditindak lanjuti.
Sementara itu, Kepala Kantor Kesatuan bangsa Kabupaten Sleman Ardhadi mengatakan potensi radikalisme maupun ajaran sesat saat ini terus menjadi pengamatan dan kajian forum komunikasi pimpinan daerah. Dengan pengamatan berjenjang mulai RT, RW hingga Pemerintah Desa dan Kecamatan.
Langkah hati-hati Pemkab Sleman tersebut sangat terkait dengan pengalaman Sleman yang pernah beberapa kali sebagai tempat persembunyian kelompok radikal, tanpa terdeteksi oleh masyarakat.