Tingkatkan Nilai Ekspor RI Melalui Diplomasi Ekonomi

:


Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Senin, 25 Januari 2016 | 09:02 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 372


Semarang, InfoPublik  – Kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu, sehingga  berdampak pada turunnya nilai ekspor dalam negeri. Hal itu lantaran permintaan ekspor produk-produk unggulan mengalami penurunan.

"Sekarang, dunia lagi nggak asyik, posisi Tiongkok, Eropa dan Amerika lagi turun. Kita bisa lakukan adalah diverfikasi usaha dengan menciptakan inovasi baru dan kemudian menawarkannya,” kata Gubernur Jateng H Ganjar Pranowo SH MIP dalam acara Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Award di Wisma Perdamaian, Kamis Malam, (21/1).

Ganjar menjelaskan, posisi pemerintah hari ini adalah melakukan evaluasi serta melakukan diplomasi ekonomi ke beberapa negara. Dari diplomasi itu, Indonesia tidak selalu mengambil jalan depan atau pun belakang. Namun, jalan samping berupa produk-produk ekspor yang masih memungkinkan untuk dimasuki sehingga bisa meningkatkan nilai ekspor dalam negeri.

Dirinya mencontohkan, produk - produk UMKM Indonesia saat ini sangat bisa didorong potensi ekspornya. Seperti, permintaan produk furnitureyang masih tinggi atau produk-produk garmen dalam skala besar juga masih bagus walaupun tidak terlalu tinggi.

Sedangkan untuk produk inovasi, Ganjar mencontohkan dengan mendorong ekspor produk-produk batik lokal yang tailor made dengan tema-tema khusus, desain-desain batiknya disesuaikan kebutuhan negara tujuan.

“UMKM ini bisa punya kesempatan. Toh MEA sekarang sudah berjalan, tinggal kita datangi saja negara-negara anggotanya untuk membuka pasar. Kita saling berbagi dan terbuka sehingga neraca di antara negara yang masuk MEA itu bisa naik bareng-bareng dan kebutuhannya masing-masing juga bisa tercapai,” katanya.

Sementara itu, Ketua Ginsi Jateng Budiatmoko mengatakan Ginsi berkomitmen mendukung pembangunan ekonomi secara nasional. Salah satunya dengan melakukan impor barang yang dibutuhkan oleh industri dalam negeri.

“Impor bahan baku dan barang konsumsi yang selama ini belum bisa dipenuhi sendiri oleh dalam negeri. Sejauh ini bahan baku yang masuk 90 persen dipakai untuk kebutuhan industri, dan sisanya adalah barang jadi yang belum banyak tersedia di pasar dalam negeri,” katanya.

Budiatmoko mencontohkan, kebutuhan kedelai di Jateng selama setahun mencapai 600 ribu ton. Padahal, petani lokal baru bisa memroduksi sebanyak 130 ribu ton per tahun. Selisih inilah yang kemudian ditutupi dari impor mancanegara.

“Kami pun sekarang ini sedang giat untuk mengajak para pengusaha importir bergabung ke dalam Ginsi untuk memperkuat posisi tawar. Apalagi di Jateng total importir yang ada mencapai 1.200 pengusaha, namun yang sudah bergabung baru mencapai 84 pengusaha,” tuturnya. (Humas Jateng/MC. Jateng/Eyv)