Penanggulangan Kemiskinan Cenderung Tidak Tercapai

:


Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Senin, 4 Januari 2016 | 09:16 WIB - Redaktur: Kusnadi - 500


Semarang, InfoPublik – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Tengah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan atas program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Banjarnegara, Rabu (31/12).

Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Banjarnegara merupakan dua dari beberapa pemerintah daerah yang dijadikan sampling untuk mengetahui seberapa berhasilkah program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Ini dilakukan karena BPK melihat target penurunan kemiskinan cenderung tidak tercapai.

“Indonesia punya target untuk pengentasan kemiskinan beberapa persen tapi kenyataannya tidak tercapai. Dan itu memang lebih banyak merata di banyak pemerintah daerah,” kata Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Tengah Hery Subowo.

Hery mengatakan, sedikitnya ada tiga kriteria utama yang dijadikan acuan dalam pemeriksaan program penanggulangan kemiskinan. Yakni, perencana kebijakan, pengelolaan program dan pelaksanaan kegiatan. Dari tiga kriteria tersebut kemudian diurai menjadi delapan sub kriteria, 26 sub-sub kriteria dan 54 indikator capaian kegiatan.

“Jadi dengan 54 indikator ini sebenarnya kedepan pemda bisa mengukur dirinya sendiri, kira-kira kita masih on the track nggak? Jadi kita memberikan semacam guidance kepada pemda untuk mengukur dirinya sendiri,” ujarnya.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh timnya, imbuhnya, ditemukan beberapa masalah yang sangat mempengaruhi pemenuhan target pengentasan kemiskinan di beberapa daerah. Masalah itu adalah belum adanya update database kemiskinan di setiap daerah, informasi anggaran dan realisasi alokasi anggaran belum tersedia secara lengkap, belum disinergikan dengan RPJMD, dan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, serta kabupaten/kota kurang optimal.

“Kami merekomendasikan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menyediakan update database termasuk juga menyiapkan juklis untuk memutakhirkan database itu. Kemudian kami juga menyarankan untuk menyempurnakan sistem informasi geografi kemiskinan, ini penting,” tandasnya.

Menanggapi temuan dari BPK tersebut, Gubernur H Ganjar Pranowo SH MIP sepakat bahwa program penanggulangan kemiskinan tidak berjalan optimal. Dirinya mencontohkan salah satu indikator kemiskinan, yakni rumah tidak layak huni (RTLH) yang tidak dapat diberikan hibah bansos lantaran terbentur oleh UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Sesuai UU tersebut penerima hibah diwajibkan untuk berbadan hukum. Padahal, penerima hibah RTLH merupakan perorangan yang tidak mungkin berbadan hukum.

“Calon penerima hibah yang individual itu harus berbadan hukum. Individual tidak bisa berbadan hukum, jadi aturannya sudah salah,” tandasnya.

Faktor lain yang mempengaruhi tidak tercapainya target kemiskinan, dikatakan Ganjar, tidak adanya koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Sebab, program penanggulangan kemiskinannya tidak terkonsentrasi atau tersebar. Dengan kata lain, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/kota memiliki program pengendalian kemiskinan sendiri-sendiri. Sehingga, koordinasi memang sulit dilakukan.

Sementara itu, terkait database yang perlu segera dimutakhirkan, Ganjar mengaku mengalami kesulitan karena update database merupakan kewenangan dari BPS. Menurut aturan, pemprov maupun pemkab/kota tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyesuaian data. Padahal, dirinya meyakini bahwa data yang dimiliki pemkab/kota jauh lebih up to date dibandingkan data yang dimiliki BPS.

“Kalau sistem ini ingin kita update, ingin kita sesuaikan apakah kami bisa melakukan sendiri? Jawabannya tidak,” pungkasnya.(Humas jateng/MCjateng/Kus)