Kemenag Fokus Resolusi Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan dengan Pelatihan dan EWS

: Tenaga Ahli Menteri Agama Bidang Analisis Pengembangan Kementerian dan Lembaga Mahmud Syaltout Syahidulhaq Qudratullah (berdiri). /Humas Kemenag


Oleh Wandi, Selasa, 20 Agustus 2024 | 21:33 WIB - Redaktur: Untung S - 255


Jakarta, InfoPublik - Tenaga Ahli Menteri Agama Bidang Analisis Pengembangan Kementerian dan Lembaga, Mahmud Syaltout Syahidulhaq Qudratullah, menyampaikan bahwa hingga saat ini, belum semua konflik sosial di Indonesia terselesaikan. Namun, dari konflik yang telah berhasil diselesaikan, 86 persen di antaranya diatasi oleh penghulu, penyuluh, dan pembimbing masyarakat (pembimas).

"Dari laporan Inspektur Jenderal (Irjen) kepada Menteri Agama yang dihadiri oleh para Staf Menteri, Staf Ahli, dan Tenaga Ahli Menteri, dapat diketahui bahwa sementara ini belum semua konflik terselesaikan, masih ada beberapa pekerjaan rumah. Namun, dari konflik yang telah diselesaikan, 86 persen di antaranya diselesaikan oleh penghulu, penyuluh, dan pembimas," ujar Syaltout dalam siaran resminya yang diterima InfoPublik pada Selasa (20/8/2024).

Syaltout menambahkan bahwa penghulu, penyuluh, dan pembimas yang aktif dalam resolusi dan mitigasi konflik, telah mengikuti serangkaian pelatihan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama.

Kementerian Agama telah menggelar berbagai pelatihan terkait konflik berdimensi keagamaan, seperti Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik (SPARK), Agen Resolusi Konflik, serta Pelatihan Sistem Deteksi Dini baik secara luring maupun daring.

"Kami juga telah mengadakan Massive Online Open Courses (MOOC) di Pusdiklat, dengan salah satu materi yang paling diminati. Sejak diluncurkan pada bulan Januari hingga Agustus ini, sudah ada lebih dari 30.000 peserta yang mengikuti pelatihan secara daring. Para peserta ini kemudian disaring untuk mengikuti pelatihan tingkat menengah, dan disaring lagi untuk mengikuti pelatihan lanjutan seperti yang dilaksanakan di Labuan Bajo," jelas Syaltout.

Syaltout juga menekankan bahwa kebijakan Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan masuk ke dalam program prioritas Kementerian Agama. EWS ini memiliki keterkaitan erat dengan indeks religiusitas, dan langkah-langkah mitigasi konflik, baik di dalam maupun di luar agama, bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemanfaatan agama dalam kehidupan masyarakat.

Syaltout menyebut bahwa selain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, di internal Kementerian Agama terdapat Keputusan Menteri Agama Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan. Keputusan ini menjadi payung hukum sekaligus memberikan panduan detail terkait peringatan dini konflik berdimensi keagamaan.

"Kami menghindari penggunaan istilah 'konflik agama,' karena penyebutan itu dapat meningkatkan eskalasi konflik yang awalnya berskala kecil. Oleh karena itu, kami lebih memilih istilah 'konflik sosial berdimensi keagamaan'," pungkasnya.

Kegiatan itu berlangsung pada 19-20 Agustus 2024 dan dibuka oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah. Acara tersebut dihadiri oleh penyuluh, penghulu, dan Seksi Bimas Islam dari KUA Revitalisasi se-Jabodetabek.

 

Berita Terkait Lainnya