- Oleh MC PROV SUMATERA BARAT
- Sabtu, 21 Desember 2024 | 01:01 WIB
: Dirjen IKP Kominfo Usman Kansong dalam Lokakarya Kajian Revisi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, pada Senin (30/10/2023)/Foto: Tangkapan Layar Kanal YouTube Kemkominfo TV
Oleh Wahyu Sudoyo, Senin, 30 Oktober 2023 | 20:08 WIB - Redaktur: Untung S - 307
Jakarta, InfoPublik – Implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau UU KIP, dinilai masih mengalami berbagai kendala sehingga masyarakat masih sulit mendapatkan informasi dari sejumlah lembaga publik.
“Dalam perjalanannya implementasi undang-undang KIP masih mengalami berbagai kendala di antaranya adalah masih ada lembaga publik yang mungkin sulit atau susah bila publik ingin mendapatkan informasi dari lembaga publik tersebut,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kominfo), Usman Kansong, dalam Lokakarya Kajian Revisi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, pada Senin (30/10/2023).
Dirjen IKP Usman mengatakan, kendala tersebut menyebabkan masih ada kesenjangan antara pemanfaatan informasi publik dengan tujuan Undang-Undang KIP dan masyarakat belum banyak mengenal pelayanan informasi oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi atau PPID.
Di sisi lain, pengolah informasi di badan publik juga masih mengalami tantangan karena sumber daya badan publik belum dinyatakan secara pasti dalam Undang-Undang KIP atau masih bersifat Ex Officio.
“Kondisi itu menimbulkan dampak pada keberlanjutan pengelolaan informasi, jadi ada tantangan penguatan kelembagaan,” tutur Usman Kansong
Lebih lanjut Dirjen IKP Usman mengatakan, perkembangan lanskap teknologi digital memberi peluang sekaligus tantangan terhadap pengelolaan dan pelayanan Informasi Publik
Perkembangan teknologi seperti Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan dinilai dapat berpengaruh pada pertukaran Informasi Publik.
“Dampak yang dibawanya (Teknologi AI) perlu diatur lebih lanjut untuk memastikan kebermanfaatannya,” imbuh Usman Kansong.
Selain dari segi pemohon dan badan publik, kata Dirjen IKP Kominfo, Komisi Informasi sebagai lembaga yang berperan vital untuk menyelesaikan sengketa Informasi Publik juga perlu diperkuat, baik dari segi administratif maupun dari segi peran penyelesaian sengketa nya.
Peran Komisi Informasi, lanjut Dirjen Usman, menunjukkan lembaga ini bergerak sebagai kuasi yudikatif dan memerlukan koordinasi yang baik dari tingkat pusat sampai ke daerah.
“Jadi lagi-lagi soal penguatan kelembagaan dan output-nya,” tutur dia.
Menurut Usman Kansong, penyelesaian sengketa Informasi Publik perlu memiliki jangka waktu yang jelas sehingga menjamin hak masyarakat serta badan publik.
Selain itu, putusan Komisi Informasi juga perlu dijamin kekuatannya sehingga dapat dipatuhi oleh pemohon maupun badan publik.
“Misalnya kalau persoalan hoaks harus ada batas waktu agar platform itu harus men take down hoaks itu dalam waktu 1 x 24 jam. Kedepan juga harus ada batasan waktu supaya tidak menumpuk juga sengketa-sengketa informasi publik,” kata DIrjen IKP Kominfo.
Beberapa permasalahan itu membuat Direktorat Jenderal informasi dan komunikasi Publik Kominfo menginisiasi diskusi-diskusi untuk membahas keterbukaan informasi yang didasari oleh UU Nomor 14 tahun 2008 yang melibatkan kepentingan eksternal maupun internal.
Dia berharap berbagai diskusi yang melibatkan para pemangku kepentingan seperti Komisi Informasi, badan publik, masyarakat sipil, hingga kalangan akademisi, menghasilkan pandangan kajian kemungkinan melakukan revisi terhadap UU KIP.
“Harapan kami revisi UU KIP dapat mengakomodasi semua kebutuhan pemangku kepentingan dan tentunya lebih tepat guna untuk memenuhi hak publik mendapatkan informasi publik,” tandas Dirjen IKP Kominfo.