:
Oleh Wahyu Sudoyo, Minggu, 4 September 2022 | 18:52 WIB - Redaktur: Untung S - 406
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkan tiga ekor lumba-lumba hidung botol yang diberinama Rocky, Johnny, dan Rambo ke habitatnya di perairan Kabupaten Jembrana, Gilimanuk, Provinsi Bali dalam acara peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2022.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya mengatakan, pelepasliaran satwa ini merupakan komponen penting dari rantai makanan dalam suatu ekosistem dan harus terus dilakukan untuk memulihkan keanekaragaman hayati Indonesia.
“Kerjasama antara KLHK dengan mitra dalam penyelamatan satwa juga harus dilakukan untuk mencapai tujuan negara dalam melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati Indonesia,” kata Menteri LHK dalam keteranagn resmi yang diterima InfoPublik terkait pelepasliaran satwa tersebut pada Sabtu (3/8/2022).
Menurut Menteri Siti, Lumba-lumba hidung botol adalah salah satu mamalia yang dilindungi berdasarkan PP 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018.
Lumba-lumba Hidung Botol yang dilepaskan ini semua berjenis kelamin jantan, yakni “Rocky” berumur 15-20 tahun serta sedangkan “Jhony dan Rambo” berumur 30 tahun.
Ketiga satwa dilindungi itu telah melalui proses rehabilitasi, yang sebelumnya merupakan koleksi di Taman Satwa Melka di Singaraja, Bali.
“Namun karena keberlanjutan Lembaga Konservasi ini terhenti, satwa lumba-lumba hidung Botol dikembalikan kepada negara,” imbuhnya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Agus Budi Santosa menambahkan, pihaknya memindahkan ketiga lumba-lumba tersebut ke keramba (Sea Pen) rehabilitasi dan perawatan di teluk Banyuwedang, perairan laut Taman Nasional Bali Barat pada 2019, dengan berkolaborasi bersama Jaringan Satwa Indonesia (JSI) dan Taman Nasional Bali Barat.
Pada saat menjadi satwa koleksi di Lembaga konservasi (ex situ), Lumba-lumba ini terbiasa untuk diberi makan, sehingga secara bertahap diubah agar dapat mencari makan sendiri di alam.
“Tahap awal masih diberi makan ikan mati utuh, kemudian ikan hidup, sampai kepada penghentian sama sekali pemberian makan, tetapi diciptakan ekosistem buatan (Sea Pen) mendekati ekosistem alaminya dimana ikan-ikan hidup bisa ditangkap dan dimakan sendiri oleh Lumba-lumba hidung botol tersebut,” katanya.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Plt Dirjen KSDAE) KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, keberhasilan rehabilitasi lumba-lumba termasuk pemasangan gigi dari konservasi ex-situ untuk siap dikembalikan ke habitat alaminya (in situ) patut dihargai karena merupakan yang pertama di Indonesia.
Bahkan rehabiltasi ini masih sangat langka dilakukan di dunia sehingga bisa menjadi referensi bagi praktek di masa depan (future practices) dalam pemulihan dan penyelamatan mamalia laut seperti Lumba-lumba.
“Ketiga lumba-lumba dipasang GPS yang akan terlepas sendiri satu tahun kemudian, sehingga keberadaannya dapat dipantau melalui satelit. Diharapkan lumba-lumba akan segera menemukan kelompok barunya, beradaptasi dan lestari di alamnya,” tandasnya.
Foto: Biro Humas KLHK