LIPI dan JICA Bahas Urgensi Biorefineri Bagi Energi Alternatif

:


Oleh Admin, Rabu, 27 September 2017 | 23:21 WIB - Redaktur: Juli - 348


Bogor, InfoPublik - Dalam pemanfaatan sumber daya hayati untuk pemanfaatan berkelanjutan, biorefineri merupakan salah satu teknologi kunci yang mampu menggantikan posisi energi minyak berbasis fosil ke depan.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam siaran pers, Rabu (27/9) menyampaikan, Biorefineri akan menjadi alternatif baru dan sesuai untuk dikembangkan di Indonesia.

Hal ini karena biorefineri berbasis bahan mentah lokal seperti biomasa non-pati yang merupakan kumpulan biomasa mikroba ataupun biomasa hasil industri pertanian, kehutanan, perkebunan dan lainnya yang cukup melimpah di Indonesia. Terkait hal itu, LIPI bersama dengan JICA menyelenggarakan 4th International Symposium on Innovative Bioproduction Indonesia (ISIBio2017) di Kota Bogor, Jawa Barat.

Pembahasan urgensi biorefineri bagi produksi energi alternatif di Indonesia menjadi topik utama dalam ISIBio 2017 kali ini. Ini mengingat penelitian terkait pemanfaatan biomasa non-pati sudah cukup banyak dikembangkan para peneliti Indonesia. Sayangnya, pengembangan itu masih bersifat parsial sehingga implementasinya belum terlaksana secara baik.

"Oleh karena itu, simposium sekarang diharapkan mampu memberi solusi bagi pengembangan biomasa agar segera terimplementasi menjadi energi alternatif bagi Indonesia lewat teknologi biorefineri," ungkap Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati.

Menurut Enny, dalam pengembangan teknologi bioproses (biorefineri) untuk mengubah biomasa menjadi biofuel dan produk kimia lainnya, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, perlu pengembangan teknologi pretreatment biomasa untuk menghilangkan bagian yang tidak diperlukan.

Kedua, perlu pengembangan teknologi produksi biokatalis/enzim yang efisien, karena biokatalis merupakan produk impor sehingga harganya tinggi. Selanjutnya, ketiga, perlu pengembangan teknologi fermentasi/reaksi yang terpadu agar proses menjadi lebih efisien.

"Jika kita dapat memadukan ketiga teknologi tersebut dengan tepat, dengan komposisi sumber daya lokal yang digunakan, maka diprediksi akan menghasilkan proses yang lebih efisien dan menurunkan biaya produksi. Sehingga, produksi energi alternatif bisa berbiaya murah dan terjangkau digunakan oleh masyarakat," jelasnya.

Sementara itu Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sekaligus Manajer Proyek Biorefineri Yopi mengatakan, untuk mewujudkan produksi energi alternatif dari biomasa yang lebih murah dan efisien, para peneliti LIPI pun telah bekerja sama dalam konsorsium peneliti bioproses biorefineri untuk melaksanakan riset biorefineri terpadu. Konsorsium ini terdiri dari LIPI yakni Pusat Penelitian Bioteknologi, Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Biomaterial, dan Pusat Penelitian Kimia.

Kemudian ditambah dari Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia. Dana riset dari konsorsium sendiri melalui program JST-JICA SATREPS Project (proyek pendanaan dari Jepang). "Salah satu fokus riset yang dikerjakan saat ini adalah pengembangan biorefineri terpadu dengan dasar pemanfaatan biomasa dari industri kelapa sawit dan tebu untuk produksi bioethanol dan bioplastik dengan menggunakan mikroba dan kode etik genetikanya," ungkapnya.

Yopi katakan, dari hasil riset terpadu konsorsium ini pula, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI mendapatkan sertifikat sebagai Pusat Ungglan Iptek Biorefineri Terpadu dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sebagai pusat unggulan iptek, dia pun berharap teknologi biorefineri terus dikembangkan ke depan melalui jalinan kerja sama riset yang lebih luas.

Selain itu lewat ISIBio2017, dirinya mengharapkan simposium ini mampu meningkatkan kerja sama dan berbagi pengetahuan terkait bidang bioproses biorefineri antara sesama peneliti Indonesia maupun peneliti luar negeri.

Dikatakannya pula bahwa pada 2017, akan diaksanakan satu implementasi hasil riset biorefineri terpadu antara dua perusahaan, yakni Bioenergy Corporation Jepang dan PT Agricinal Indonesia, terkait pemanfaatan kelapa sawit untuk produksi biofuel.

“Kami berharap implementasi tersebut membawa percepatan dalam pembuatan energi alternatif yang lebih efisien di Indonesia,” pungkas Yopi.