:
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kesehatan bersinergi dengan Tobacco Control Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyelenggarakan The 4th Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) selama tiga hari mulai 14-16 Mei 2016.
Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka World No Tobacco Day atau Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati pada 31 Mei setiap tahunnya.
Kegiatan ini dilakukan karena epidemi konsumsi rokok di Indonesia telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. "Lebih dari sepertiga penduduk Indonesia (36,3 persen) dikategorikan sebagai perokok. Antara usia 13-15 tahun sebanyak 20 persennya perokok, yang mana 41 persennya remaja laki-laki dan dan 3,5 persennya remaja perempuan," kata Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek di Jakarta, Senin (15/5).
Badan Kesehatan Dunia (WHO), lanjut Menteri Nila, telah menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi di dunia setelah Tiongkok dan India. Prevalensi perokok laki-laki dewasa di Indonesia bahkan tertinggi di dunia mencapai 68,8 persen.
Padahal menurutnya, rokok merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, pentakit jantung, dan pembuluh darah. Serta penyakit paru obstruktif kronis, yang berkaitan dengan perilaku merokok.
"Kebiasaan merokok di Indonesia telah membunuh setidaknya 235.000 jiwa setiap tahunnya. Dengan perilaku merokok juga dapat memicu penyakit-penyakit yang memerlukan biaya pengobatan cukup besar," ungkapnya.
Berdasarkan hal tersebut juga banyak pihak mengkhawatirkan kasus PTM dapat menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan jaminan kesehatan nasional (JKN).
Saat ini prevalensi merokok paling tinggi pada usia remaja akan menurunkan kualitas generasi penerus bangsa sehingga menjadi ancaman besar bagi keberhasilan pencapaian bonus demografi Indonesia. "Hal ini tentu akan menghambat laju pembangunan bangsa," kata Menkes Nila.