Cegah Disintegrasi, Generasi Muda Diminta Bijak Gunakan Media Sosial

:


Oleh Baheramsyah, Rabu, 29 Maret 2017 | 17:28 WIB - Redaktur: Juli - 2K


Jakarta, InfoPublik - Generasi muda Indonesia harus mampu bertindak secara bijak terhadap segala kemudahan yang diberikan oleh media sosial, informasi yang menerpa kehidupan mereka sehari-hari harus disikapi secara cermat dan teliti.

"Sehingga dengan langkah itu, tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan pesan yang mereka terima," kata Dosen FISIP yang juga Direktur Pusat Kajian Bela Negara dan Pengembangan Masyarakat (Puska BNPM) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Dr. Kusumajanti dalam seminar nasional Mencegah Intoleransi dan Disintegrasi Bangsa di Jakarta, Rabu (29/3).

Lebih lanjut dikatakan, jika hal itu dilakukan oleh seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda, maka kekhawatiran terjadinya intoleransi dan disintegrasi bangsa akibat dari perkembangan teknologi komunikasi tidak akan terjadi.

Disebutkan, pada 2017 eMarketer memperkirakan netter Indonesia  mencapai 112 juta orang. Fenomenanya, saat ini di Indonesia adalah pengguna media berbasis internet yang didominasi oleh generasi muda.

Menurut Kusumajanti, di Indonesia saat ini banyak  peristiwa, isu maupun gosip yang diberitakan bukan hanya melalui media mainstream, akan tetapi juga melalui media sosial.

Beragam permasalahan mulai dari masalah ketidakadilan pemberlakuan hukum dan penegakannya, hingga masalah ketidakadilan kepada pemerataan sosial, ekonomi pendidikan dan lainnya.

Semua itu terangkum menjadi satu, sehingga membuat suasana tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin terlihat tidak menentu, bahkan meresahkan masyarakat.

"Hal ini pada akhirnya menjadikan sebuah nilai keutuhan bangsa ini dalam Persatuan dan Kesatuannya tidak utuh lagi. Segala gesekan kecil maupun persinggungan yang sepele, selalu dijadikan bahan untuk model kekerasan. Bahkan sering pula dijadikan bahan isu untuk produk politik dari para kelompok politisi dan partai-partai di negara ini," ujar Kusumajanti.

Dituturkan, semua orang seakan bebas untuk menyampaikan pendapatnya di media sosial sebagai akibat tidak adanya kontrol. Dengan demikian, tawuran yang dulu dilakukan secara fisik, saat ini terjadi di dunia maya.

Bahkan hal yang lebih ekstrem lagi, para pengguna media sosial tidak lagi dapat membedakan dan memilah mana informasi yang benar dan mana yang salah. "Padahal informasi yang salah, akan menyesatkan para pembacanya," ujarnya.

Mencermati kondisi tersebut menurutnya, memang dibutukan kearifan dari para pembaca yang dilandasi oleh agama, kebersamaan, berpikiran positif terhadap informasi yang mereka terima.

"Keutuhan bangsa menjadi tanggungjawab kita bersama. Menyikapi beragam informasi secara bijak dan selektif sangat dituntut bagi para penerima informasi khususnya generasi muda," katanya.

Kusumajanti memberi contoh, banyak informasi yang beredar berkaitan dengan isu pencalonan Gubernur DKI Jakarta. Informasi tersebut beredar dalam media sosial WA Group. Pesan-pesan yang dikirim atau diposting dalam group tersebut bersifat pribadi hanya untuk konsumsi anggota grup tersebut.

"Hal ini yang  justru membahayakan, bahkan dapat menciptakan disintegrasi bangsa dikarenakan sistem jaringan komunikasi yang dijalankan oleh masing-masing anggota. Informasi yang cenderung menyesatkan dan memprovokasi pihak tertentu justru beredar di dunia maya secara liar," ungkapnya.

Untuk itu, perlu menjadi pekerjaan rumah bersama untuk mengkampanyekan penggunaan teknologi komunikasi berbasis internet yang sehat dan berdampak positif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. "Generasi muda memiiki peran yang sangat penting dan besar dalam menghindari terjadinya intoleransi dan disintegrasi bangsa," pungkasnya.

Selain Dr Kusumajanti, pembicara lain dalam seminar ini adalah Dr Wawan Purwanto (pengamat intelijen), Dr HL Syamsul Maarif MA (Forum Kerukunan Umat Beragama), dan Dr Gun Gun Siswandi M.SI (staf ahli Kominfo).