Mensos Ajak Para Ayah Kembali ke Rumah, Kawal Anak-Anaknya

:


Oleh Yudi Rahmat, Selasa, 23 Agustus 2016 | 23:19 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 675


Jakarta, InfoPublik - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengajak peran orangtua, terutama para ayah agar kembali ke rumah untuk memberikan perlindungan, bimbingan serta pendidikan bagi anak-anak mereka.

“Peran para ayah dalam keluarga begitu penting, saat ini sebagian besar pendidik dan dan perawatan anak-anak 99 persen dilakukan para ibu,” ujar Mensos Khofifah usai membuka acara Gebyar Kreatifitas Anak melalui Pentas Seni di Gedung Aneka Bhakti, Salemba, Jakarta, Selasa (23/8).

Melalui acara ini, kata Mensos Khofifah yaitu Temu Penguatan Anak dan Keluarga (TePAK) menjadi sangat strategis, sebab di dalamnya dibicaraan tentang solusi bagi anak terlantar, anak jalanan (anjal), serta anak tereksploitasi.

“Pesan dari TePAK tersebut, selain mengajak para ayah kembali ke rumah. Juga untuk memaksimalkan  tanggungjawab dan ada penguatan dan pengawalan terhadap tumbuhkembang anak-anak,” ucapnya.

Sering kali dari berbagai permasalahan sosial yang muncul, seperti anak terlantar, anjal, dan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) bisa ditemukan untuk proses penguatan tumbuhkembang mereka.

“Perkembangan teknologi dan informasi mempermudah komunikasi bagi anggota keluarga. Seperti menyapa mereka sedang dimana, ada acara liburan apa tidak, dan kegiatan lainnya mengedepankan kebersamaan keluarga,” tandasnya.

Selain itu, kehadiran format Taman Anak Sejahtera (TAS) merupakan salah satu solusi agar anak tetap mendapatkan hak-hak dasar untuk bermain dan belajar dan bisa tumbung kembang secara normal.

“Saat ini, TAS ada yang berbasis kantor, berbasis pasar dan sebagainya. Namun, masih banyak masyarakat yang belum teredukasi, seperti orangtua bekerja di pasar anaknya ikut di pasar, begitu juga orangtua yang bekerja sebagai nelayan anaknya ikut ke laut,” katanya.

Konsep TAS mirip dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak - Kanak (TK) dengan varian umur anak yang lebih luas, bisa jadi ada anak berumur 5 dan 7 tahun, tapi belum sempat belajar dan bermain di TK.

“Perlu diketahui bahwa anak-anak Indonesia nomor dua dengan kondisi the are fatherless country. Dimana, kehadiran orangtua mesti lebih diintensifkan untuk menyapa anak-anak mereka,” katanya.

Tapi seringkali anak-anak itu diperlakukan sebagai setengah manusia. Sebab, orangtua memposisikan dan memonopoli tafsir kebutuhan mereka. Padahal, hendaknya para orangtua masuk ke dalam dunia mereka.“Para orangtua mesti masuk ke dalam dunia anak-anak, mereka tidak bisa dimonopoli tafsir kebutuhannya tapi kawal dan dampingi mereka agar tumbuhkembang sesuai psikologis dan fisiologisnya,” tandasnya.

Juga peran orangtua turut mengantarkan akan kesuskesan anak di masa depan. Misalnya, seorang remaja yang bernama Rafi Ridwan, 14 tahun, ia tumbuh menjadi anak yang sukes menjadi desainer bertaraf internasional.

“Sosok Rafi Ridwan walaupun ada keterbatasan dengan mengoptimalkan peran orangtua dalam mengantarkan untuk menggapai kesuksesan mereka di masa depan,” tegasnya.

Di era teknologi gawai (gadget) juga para orangtua mesti waspada. Penggunaan telpon pintar (smartphone) agar di-lock dari mengakses situs dan game tidak sehat, sehingga tidak mengganggu perkembangannya.

“Para orangtua harus hadir dalam dunia anak yang akrab dengan gawai, tapi terlebih dulu di-lock agar tidak masuk situs dan game yang tidak sehat. Setelah di-lock mereka bisa menikmati game dan hiburan,” tandasnya.