Media Berperan Bangun Kesadaran Publik Terkait PRB

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 14 Juni 2016 | 23:56 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai, media memiliki tantangan dalam menginformasikan berita-berita terkait pengurangan risiko bencana (PRB).

Media lebih tertarik terhadap berita-berita bencana, seperti jumlah korban, sisi penderitaan manusia ataupun dampak kerusakan, kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho pada workshop yang bertema “Tantangan dan Perspektif Media Massa sebagai Mediator PRB dalam Edukasi Publik” di Jakarta, Senin (13/6).

Namun demikian, Sutopo masih tetap optimis bahwa media memiliki peran penting dalam bencana. “Media masih berperan untuk membangun kesadaran publik sebagai kunci dalam pengurangan risiko bencana,” terangnya.

Pada workshop yang dipandu oleh Dandhy Laksono ini diikuti oleh perwakilan kementerian/lembaga, media, asosiasi media, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, dan praktisi.

Dalam kesempatan tersebut, Daniel Dhakidae, yang lama berkiprah di majalah Prisma, mengkritisi bahasa yang digunakan BNPB yakni waspada, siaga dan awas.

Menurut Daniel, ketiga kata tersebut merupakan sinonim atau sama arti. “Ketiganya bukan gradasi, tingkat demi tingkat suatu bahaya,” kata Daniel.

Menurutnya, kata tersebut perlu diganti dengan sistem warna yang sangat efektif dan digunakan oleh banyak negara. Penggunaan istilah tersebut yang digunakan dalam early warning system menimbulkan kebingungan di kalangan terdidik.

Itu jika kita menggunakan kamus umum bahasa Indonesia sebagai referensi. Namun beruntung BNPB juga menggunakan warna hijau, kuning dan merah untuk mewakili tingkatan peringatan, ujar Daniel yang memperoleh gelar PhD dari Cornell University.

Daniel menambahkan, di samping penggunaan bahasa, pemangku kepentingan masih menggunakan bahasa yang mendeskripsikan status awas, siaga, waspada, normal.

Sementara Ahmad Arif yang juga wartawan Harian Kompas mengajak media untuk merefleksikan tantangan meliput bencana. “Media memiliki tugas untuk mengingatkan warga terhadap ancaman. Hal ini dapat mendorong kesiapsiagan,” kata Ahmad.

Menurutnya, media memiliki tugas dalam konteks bencana. “Media memiliki tugas mendorong kesiapsiagaan untuk meminimalkan korban,” ujarnya.

Menurut Imam, dari Dewan Pers yang membicarakan mengenai etika jurnalistik dalam bencana, wartawan yang dikirim oleh media di medan bencana jangan wartawan yang baru, namun wartawan yang telah terlatih.

Imam menyampaikan bahwa pelatihan untuk mendukung jurnalistik bencana dibutuhkan oleh wartawan, seperti Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), pengetahuan khusus di bidang kegunungapian, gempa, longsor, banjir, perimeter, aturan, serta hostile environment and first aid training.

Hasil diskusi dan paparan narasumber dalam workshop tersebut memberikan banyak masukan, secara khusus pada pengembangan program maupun pendekatan yang akan dilakukan oleh BNPB.