:
Oleh Juliyah, Rabu, 4 Mei 2016 | 20:29 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 329
Jakarta, InfoPublik - Komnas Perempuan menyatakan, kasus YY di Bengkulu, perempuan belia 14th yang diduga mengalami perkosaan sadis dan pembunuhan oleh 14 pemuda merepresentasikan isu besar tentang kejahatan seksual yang masih minim diberi perhatian dan mengkhawatirkan semua pihak karena siapapun berpotensi menjadi korban maupun pelaku.
"Kasus YY harus dilihat sebagai kasus sistemik dan menunjukkan sejumlah hal. Wilayah pelosok, terpencil dan kepulauan, semakin merentankan perempuan, karena minimnya pantauan, akses perlindungan dan keadilan bagi korban. Kasus YY sudah terjadi sejak 3 April 2016, ditemukan tiga hari kemudian, dan menyentak setelah satu bulan berjalan," seperti disampaikan Komnas Perempuan dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, Rabu (4/5).
Menurut Komnas Perempuan, terduga pelaku kasus YY, dari 14 pelaku, maka 7 diantaranya anak-anak. Informasi awal, para pelaku tumbuh dari setting sosial masyarakat miskin, putus sekolah dan bekerja menjadi kuli kebun karet dan kopi, banyak waktu luang yang memicu minum tuak, minim pendidikan dan informasi tentang seksualitas.
Artinya korban dan pelaku, semakin rentan karena kondisi kemiskinan dan pemiskinan; "Kekerasan seksual, bukan hanya menghancurkan korban dan keluarganya, tetapi juga menghancurkan masa depan pelaku dan keluarganya, tak terkecuali masyarakat dan kita semua yang sudah kehilangan rasa aman, baik di publik maupun domestik," katanya.
Data Komnas Perempuan dalam kurun 10 tahun, terdapat 93 ribu kasus kekerasan seksual, 70 persen pelaku adalah anggota keluarga dan orang-orang dekat. Untuk itu, Komnas Perempuan menyatakan sikap dan rekomendasi: Negara harus menunjukkan “sense of urgency” bahwa isu kekerasan seksual sudah dalam kondisi darurat.
Kembalikan rasa aman perempuan yang rentan menjadi korban dengan perwujudan pencegahan, penanganan dan pemulihan sistemik hingga ke berbagai wilayah, melalui pengesahan UU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Pastikan isu perempuan sama pentingnya dengan isu anak, karena akhir-akhir ini sikap tanggap negara maupun publik lebih cepat terhadap kekerasan anak dibanding kekerasan terhadap perempuan.
Padahal kejahatan seksual terhadap siapapun adalah kejahatan yang harus diberi perhatian dan harus dihentikan; DPR RI dan DPD RI diminta untuk memprioritaskan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas utama, agar DPRRI pada periode ini punya warisan dan jejak jelas pada penghapusan kekerasan seksual di Indonesia.
Komnas Perempuan mendorong seluruh partai dan fraksi-fraksinya agar menyampaikan sikap dan komitmen kepada publik untuk penghapusan kekerasan seksual, melalui langkah sistemik antara lain memastikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas Prolegnas.
Kementerian Pendidikan Nasional harus mengevaluasi dan mereformasi kurikulum, sistem pendidikan yang memperkuat pengetahuan, kesadaran dan kesiagaan dalam mencegah dari tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan.
Kemudian Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung RI diminta, melakukan koordinasi dan kesepahaman dengan jenjang sistem hukum hingga di daerah dan lintas sektor dalam memahami kekerasan seksual yang dialami korban sebagai fokus utama dengan pembunuhan sebagai tindakan yang memberatkan dan upaya membungkam korban.
Dalam hal pelaku masih anak/pelajar tetap memberikan edukasi dini terkait tindakan kejahatan kekerasan seksual sebagai pelanggaran Ham/Hhap dan melanggar hukum, sehingga tetap memberikan penghukuman yang mencerminkan prinsip memberikan keadilan bagi korban, mencegah keberulangan dan menjerakan para pelaku dengan berlandaskan pada 4 prinsip dasar hak anak yang termuat di dalam UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
Negara dan masyarakat untuk memantau, mencegah kekerasan di semua lini, memberi dukungan, perlindungan dan pemulihan pada keluarga korban kekerasan seksual dimanapun.
Disampaikan, sejak tahun 2013, melalui Catatan Tahunan (Catahu), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sudah memberi alarm keras tentang meningkatnya gang rape atau perkosaan kolektif oleh sejumlah pelaku, antara lain mencuatnya kasus-kasus serius yang menimpa siswi dengan pelaku kawan-kawan sekolahnya, perempuan diperkosa kolektif di transportasi publik, dan lainnya.