:
Oleh H. A. Azwar, Senin, 2 Mei 2016 | 14:22 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 719
Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri mengapresiasi perayaan hari buruh tahun 2016 yang berlangsung tertib, lancar, damai, kondusif dan penuh kreativitas.
Bagi Hanif, hal ini merupakan kemajuan gerakan buruh yang makin variatif dan kreatif dalam merayakan May Day yang sekaligus mencerminkan cara pandang gerakan yang lebih matang.
May Day di berbagai daerah benar-benar merupakan momen kegembiraan kalangan pekerja/buruh yang diisi dengan pelbagai kegiatan sosial, keagamaan, olah raga, kegiatan keluarga dan lain-lain. Sebagian buruh masih merayakannya dengan turun ke jalan untuk sampaikan aspirasi, namun patut diapresiasi juga semuanya berlangsung lancar, tertib dan damai. This year, Mayday is truly a holiday!, kata Hanif, Senin (2/5).
Atas nama pemerintah, Hanif memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yangg berperan dalam memastikan perayaan May Day yang positif dan kondusif.
Menaker juga menyampaikan rasa terimakasihnya kepada Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, Kapolda Metrojaya Irjen Pol Mochgiyarto dan Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Teddy Lhaksmana beserta seluruh jajaran di daerah yang telah bekerja keras untuk keamanan dan ketertiban perayaan May Day.
Para Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Dinas, Pimpinan Apindo dan perusahaan di semua tingkatan yang telah memfasilitasi kegiatan perayaan May Day di daerah atau perusahaan masing-masing sehingga positif dan kondusif, tamba Hanif.
Secara khusus, Menaker juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pimpinan serikat pekerja/serikat buruh di pusat dan daerah beserta seluruh anggotanya yang telah menunjukkan kepada publik bahwa gerakan buruh adalah gerakan yg penuh rasionalitas dan kedewasaan sehingga May Day menjadi tidak menakutkan bagi publik pada umumnya. Di tahun-tahun mendatang, Menaker berharap perayaan May Day bisa terus diisi dengan kegiatan positif, produktif dan penuh kegembiraan.
Sekali lagi, kepada semua pihak kami ucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang baik. Terkait dengan tuntutan buruh, pemerintah mendengar, menghargai dan menyambut baik semua tuntutan yang disampaikan. Pemerintah memahami bahwa regulasi yang ada belum memenuhi seluruh keinginan buruh. Namun bisa dikatakan bahwa inilah yang terbaik yang dapat kita putuskan saat ini guna menjawab tantangan dinamika hubungan industrial yang sarat akan perbedaan atau bahkan pertentangan kepentingan diantara pihak-pihak di dalamnya, terang Hanif.
Dijelaskan Hanif, perlu dipahami juga bahwa pemerintah berkepentingan untuk menjaga keseimbangan kepentingan seluruh stakeholder di bidang ketenagakerjaan. Pihaknya ingin buruh makin sejahtera dan dunia usaha terus tumbuh dan berkembang.
Menaker juga menginginkan agar para pencari kerja (pengangguran) mendapat kesempatan untuk bekerja sebagaimana mereka yang sudah bekerja (pekerja/buruh). Semua perlu dijaga dan diseimbangkan agar semua bisa hidup lebih baik, dan karenanya kebijakan yang ada, seperti PP 78/2015 tentang pengupahan, diyakini sebagai keputusan terbaik saat ini yang melindungi kepentingan bersama pekerja/buruh, pengusaha dan para pencari kerja sekaligus.
Kendati demikian, pemerintah juga meyakini bahwa komunikasi dan dialog intensif sangat penting untuk mencari terobosan gagasan dalam rangka penyelesaian masalah maupun perbaikan kondisi ketenagakerjaan secara umum. Itulah mengapa pada tahun ini, Kemnaker telah menginiasi komunikasi dan dialog intensif dengan semua stakeholder ketenagakerjaan yang disebut sebagai Rembug Nasional Ketenagakerjaan atau perburuhan.Inisiatif itu sudah dimulai dengan komunikasi intensif pemerintah dengan stakeholder terkait baik secara formal maupun informal. Kita percaya, dengan komunikasi dan dialog intensif itu maka masalah-masalah dapat diatasi dan kualitas kehidupan ketenagakerjaan dapat ditingkatkan.
Masalah kesejahteraan pekerja/buruh terus menjadi perhatian pemerintah. Namun kita pahami bersama bahwa persoalan kesejahteraan bukanlah persoalan upah semata-semata tapi juga masalah dalam pengendalian pengeluaran hidup. Pemerintah berusaha keras menekan pengeluaran hidup pekerja/buruh melalui pelbagai kebijakan jaminan sosial yg manfaat dan pelayanannya terus ditingkatkan, baik program jaminan sosial di BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan, jelas Hanif.
Kebijakan sosial seperti KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat) juga dipastikan semakin aksesibel bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Hal itu masih dibarengi dengan kebijakan pembangunan sejuta perumahan pekerja, transportasi pekerja dan kemudahan akses terhadap layanan keuangan melalui kredit usaha rakyat (KUR) yang bisa diakses pekerja/buruh dan keluarganya, korban PHK dan calon TKI. Bunga KUR sudah diturunkan secara drastis dari 22 persen pada 2014 menjadi 12 persen (2015), 9 persen (2016) dan nantinya akan diturunkan lagi oleh Presiden Jokowi menjadi 7 persen pada 2017.
Di luar itu, yang tak kalah penting adalah peningkatan daya saing tenaga kerja menghadapi era persaingan seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan angkatan kerja yang 68 persen masih didominasi oleh lulusan SD-SMP, tentu masalah SDM ini harus menjadi perhatian bersama: yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil pada umumnya termaasuk serikat pekerja/serikat buruh.
Pemerintah mentargetkan percepatan peningkatan kompetensi dan sertifikasi profesi dari tenaga kerja Indonesia (TKI), sehingga nantinya bisa ditransformasikan menjadi tenaga profesional Indonesia (TPI). Strategi kuncinya adalah: Pertama, penguatan akses dan mutu pendidikan vokasi seperti SMK, Politeknik, Program D1, D2 dll di perguruan tinggi (vocational education). Pendidikan vokasi ini adalah untuk mereka yang masih dalam usia sekolah (untuk SMK) dan mereka yang lulusan sederajat SMA (untuk politeknik, D1, D2 dan lain-lain).
Kedua, penguatan akses dan mutu pelatihan kerja (vocational training) baik melalui skema pengembangan BLK pemerintah di pusat maupun daerah, peningkatan pelatihan kerja (in-house training) dlm perusahaan, peningkatan kerja sama pemerintah dan swasta dalam masifikasi pelatihan kerja, maupun skema pemagangan di perusahaan swasta maupun BUMN yang terstruktur dan sistematis.
Pelatihan kerja dengan berbagai skema ini untuk menjembatani mereka yang lulusan SD-SMP yang merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja nasional yang berjumlah sekitar 122 jutaan. Dalam konteks pelatihan kerja ini, modal pendidikan formal maupun umur tidak boleh menjadi hambatan bagi kalangan usia produktif (usia kerja) untuk mendapatkan akses pelatihan kerja sebagai bekal masuk ke pasar kerja atau bekal untuk meningkatkan karier dalam pekerjaan, termasuk kemungkinan untuk menjadi wirausahawan baru yang mandiri.
Ketiga, penguatan akses dan mutu sertifikasi profesi, sehingga mereka yang punya modal kompetensi dari pendidikan formal, dari pelatihan kerja berbasis kompetensi, maupun yang berasal dari pengalaman dapat memproses sertifikat kompetensi sehingga kemampuan atau profesinya diakui oleh sektor maupun oleh negara lain. Oleh karena itu, proses sertifikasi harus didukung oleh kelembagaan yang secara relatif merata di daerah dan didukung proses sertifikasi yang mudah, murah, cepat dan kredibel.
Strategi-strategi percepatan peningkatan kompetensi atau kualitas SDM kita itu juga akan ditopang dengan pelbagai bentuk kerja sama dengan negara-negara maju yang kuat di bidang tertentu. Diyakini bahwa kerja sama dengan negara lain akan mempercepat investasi SDM Indonesia melalui pelatihan kerja. Instruktur, standar kompetensi, peralatan latihan, manajemen BLK dan lain-lain bisa memanfaatkan bantuan dan expertise dari negara maju tertentu, semisal Jerman yang kuat vocational trainingnya.
Percepatan peningkatan daya saing tenaga kerja memang tidak terelakkan di era persaingan ini. Pemerintah ingin hal ini dijalankan secara fokus dan massif. Oleh karenanya semua pihak harus turun tangan memberi perhatian, termasuk dunia usaha dan serikat pekerja. Tanpa peningkatan kompetensi, mereka yang menganggur akan tetap sulit cari kerja sekalipun lapangan kerjanya ada. Tanpa peningkatan kompetensi, mereka yang bekerja juga akan sulit untuk mendapat kenaikan karir, kenaikan upah dan kesejahteraan hidup yang lebih baik.
Inilah saatnya mengerakkan pembangunan berbasis sumber daya manusia (SDM) dan bukan lagi bertumpu pada sumber daya alam (SDA). Pasti bisa! Tak ada yg tak bisa jika kita - sebagai bangsa -- niat dan mau, pungkas Hanif.