:
Oleh H. A. Azwar, Rabu, 24 Februari 2016 | 16:16 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 599
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan, mulai tahun ini, pelayanan ketenagakerjaan akan berbasis Kartu Tanda Penduduk Elektonik (KTP-El).
Langkah ini diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Data Kependudukan dan KTP Elektronik Dalam Pengelolaan Data Ketenagakerjaan, di Hotel Sahid, Jakarta, pada tanggal 24 Pebruari 2016.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan (Kabarenbang) Kemnaker Sumas Sugiarto di kantor Kemnaker, Jakarta, Rabu (24/2).
Perjanjian Kerjasama yang ditandatangani oleh Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemnaker dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri ini disaksikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri, dan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Laoly Yasonna.
Seperti diketahui bersama, teknologi kartu pintar pada KTP elektronik yang pada awalnya memiliki fungsi tunggal sebagai otentifikasi identitas saja, dapat dioptimalkan memiliki multifungsi untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, kata Sumas.
Menurutnya, pemanfaatan KTP-El di bidang ketenagakerjaan sudah sangat pasti, karena seluruh proses ketenagakerjaan, baik pra pekerjaan, saat pekerjaan, maupun pasca pekerjaan, menyangkut angkatan kerja pemegang KTP-El. Dengan lain perkataan, KTP-El adalah data pokok di bidang ketenagakerjaan yang diperlukan pemerintah dan stakeholders terkait dalam rangka fasilitasi penempatan dan perlindungan tenaga kerja.
Kita ingin menekan angka kasus tenaga kerja di luar negeri. Sebagian besar masalah yang terjadi terhadap tenaga kerja kita di luar negeri, berawal dari dalam negeri. Khususnya persoalan pemalsuan identitas, ujarnya.
Sumas Sugiarto mencontohkan, misalnya pemalsuan umur yang menyebabkan terciptanya pekerja anak. Ditegaskannya, bahwa undang- undang melarang hal itu, dan hanya individu di atas umur 18 tahun yang boleh bekerja sesuai ketentuan yang berlaku dan rawan terjadi human trafficking.
Ini akan meningkatkan perlindungan tenaga kerja Indonesia, mencegah bertambahya pekerja anak, mempermudah proses monitoring Tenaga Kerja Asing dan penanggulangan pengangguran dalam negeri karena ada data indivual, tukas Sugiarto Sumas.