:
Oleh H. A. Azwar, Rabu, 24 Februari 2016 | 16:07 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 582
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Ketenagakerjaan menjalin kerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Dalam Negeri dalam rangka memaksimalkan pengelolaan data ketenagakerjaan.
Kerjasama tersebut dituangkan melalui penandatangan kerja sama Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan, Data Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dalam pengelolaan data Ketenagakerjaan pada Kemnaker.
Teknologi kartu pintar (smart card) pada KTP Elektronik, yang pada awalnya memiliki fungsi tunggal sebagai otentikasi identitas saja, dapat dioptimalkan memiliki multifungsi untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, kata Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri usai menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman Perjanjian Kerjasama pada acara Penutupan Rapat Kerja Kementerian Hukum dan HAM di Hotel Sahid, Jakarta, Rabu (24/2).
Menurut Hanif, manfaat KTP-El di bidang ketenagakerjaan sudah sangat pasti, karena seluruh proses ketenagakerjaan, baik pra pekerjaan, saat pekerjaan, maupun pasca pekerjaan, menyangkut angkatan kerja pemegang KTP-El.
KTP-El adalah data pokok di bidang ketenagakerjaan yang diperlukan pemerintah dan stakeholders terkait dalam rangka fasilitasi penempatan dan perlindungan tenaga kerja, ujarnya.
Ia menjelaskan, permasalahan TKI di luar negeri banyak yang berawal dari pemalsuan identitas diri, diantaranya pemalsuan umur, yang menyebabkan terjadinya pekerja anak di bawah umur, dan rawan terjadinya perdagangan orang.
Demikian juga dengan pemalsuan nama, yang akan menyulitkan dalam pembayaran klaim asuransi, dan perlindungan TKI pada umumnya.
Pemalsuan alamat, menyebabkan kesulitan dalam pemulangan TKI yang terkena musibah kecelakaan kerja hingga kematian. Pemalsuan status perkawinan, menjadi pemicu tingginya keretakan rumah tangga, jelas Hanif.
Terkait dengan permasalahan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia, menurutnya, juga banyak yang berawal dari Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) yang belum dikelola sebagaimana pengelolaan KTP-El.
Dampaknya, TKA tidak mematuhi ketentuan ketenagakerjaan sesuai peraturan per undang-undangan yang berlaku. Seperti penyalahgunaan visa kunjungan wisata, melanggar ketentuan jabatan yang bisa diduduki TKA, ujarnya.
Hanif menambahkan, perluasan kesempatan kerja di dalam negeri dalam rangka penanggulang pengguran, juga masih dihadapkan pada ketiadaan data individual, berbasis KTP-El. Sehingga, program penanggulangan pengangguran, seperti padat karya produktif, padat karya infrastruktur, kewirausahaan, tenaga kerja mandiri, inkubasi bisnis, banyak yang salah sasaran.
Harapan saya, pasca penandatanganan PKS ini, data kependudukan, ketenagakerjaan, dan keimigrasian akan semakin baik, akurat dan terpadu. Kemudian, menjadi sebuah sistem informasi yang handal, cepat dan murah bagi masyarakat, sehingga pada akhirnya mampu mendukung pembukaan kesempatan kerja di dalam maupun di luar negeri, pungkas Hanif.