:
Oleh Yudi Rahmat, Rabu, 17 Februari 2016 | 12:23 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 250
“Banyak pilihan bagi para wanita dari lokalisasi prostitusi dengan beragam pelatihan kejuruan (vocational training) di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya, Pasar Rebo, Jakarta Timur,” ujar Mensos Khofifah di Jakarta, Selasa (16/2).
Pelatihan kejuruan, kata Mensos, yang dilaksankan tersebut, seperti keterampilan menjahit, membordir, salon, serta membuat aneka kue di bawah tanggungan Kementerian Sosial.
“Bagi mereka yang tidak mengambil pilihan di atas, tetap bisa mendapatkan bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Rp 3 juta per orang dan Jaminan Hidup (Jadup) dengan indeks Rp 10 ribu x 90 hari Rp 5.050.000, ” tandasnya.
Selain itu, Kemensos menjalin kerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyediakan 2000 pekerjaan di sektor garment di Boyolali yang dilengkapi asrama atau dormitory.
“Lapangan kerja tidak hanya bagi wanita bekas lokalisasi, tapi juga bisa diperuntukan bagi para bekas Tenaga Kerja Indonesia/Wanita (TKI/W) yang dideportasi dari negeri jiran, Malaysia,” katanya.
Saat ini, di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) ada 720 TKI/TKW yang dideportasi dari Malaysia ke Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, dengan rata-rata berumur 20-30 tahun.
“Kami minta pihak perusahaan bisa berkomunikasi dengan Kemensos, terkait skil apa yang dibutuhkan, persyaratan untuk Upah Minimum Kota (UMK) dan seterusnya, ” katanya.
Baru-baru ini, Kemensos mengundang 168 daerah yang masih ada lokalisasi prostitusi dan daerah paling tinggi potensi anak jalanan (anjal) dan gelandangan pengemis (gepeng).
“Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) kabupaten/kota dan provinsi telah diundang untuk membuat target dan hitungan teknis penanganan anjal dan gepeng yang ditargetkan bebas pada 2017 dan prostitusi 2019,” tandasnya.
Untuk upaya penegakan hukum (low inforcemant) terhadap praktik prostitusi di Indonesia, tidak ada sekomprehensif dari Undang-Undang Ketertiban Umum (UU Tibum) yang dimiliki Pemerintah DKI Jakarta.
UU Tibum DKI menyatakan bahwa siapa saja yang menyediakan, memfasilitasi, mengadakan serta mendukung segala praktik prositusi bisa dikenai sanksi hukum, katanya.
Untuk penutupan lokalisasi prostitusi, agar dikedepankan kearifan lokal yang melibatkan tokoh masyarakat dan pemuda, pemuka agama, serta masyarakat yang mendapat penghidupan dari lokalisasi tersebut.
“Penutupan lokalisasi tidak begitu saja dilakukan, tetapi ada upaya manusiwai bagi warga yang memiliki usaha laundry, juru parkir dan pedagang kelontong untuk pengganti pencaharian yang sama atau melebihi dari usaha sebelumnya,” tandasnya.