:
Oleh H. A. Azwar, Kamis, 11 Februari 2016 | 10:56 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 890
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) terus mengembangkan ekonomi kreatif menjadi bagian penting dalam mewujudkan desa-desa mandiri di Indonesia dengan cara menggalakkan program Usaha Bersama Komunitas.
Program ini diharapkan akan mendorong adanya nilai tambah ekonomi masyarakat desa, sekaligus mengubah perilaku konsumtif menjadi ekonomi kreatif.
Masyarakat selama ini telah dibanjiri aneka produk kemasan instan sebagai kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Produk berupa makanan instan, kebutuhan toiletries (sabun, deterjen, shampoo, pasta gigi), bahkan bumbu-bumbu dapur harus dibeli masyarakat melalui suplai dari konglomerasi pabrik raksasa.
Masyarakat juga dijejali dengan iklan produk yang pada akhirnya membentuk perilaku konsumtif dibanding menjadi manusia yang kreatif.
Kondisi ini sedikit demi sedikit harus dikurangi. Salah satunya dengan menjalankan program Usaha Bersama Komunitas (UBK) yang digalakkan Kementerian Desa.
Melalui UBK ini, kita dorong masyarakat desa untuk membuat produk yang dikemas menarik dengan branding kebanggan desa yang dapat bersaing dipasaran, kata Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar di Jakarta, Kamis (11/2).
Marwan menjelaskan, program UBK sendiri menjadi salah satu program unggulan Kementerian Desa yang sudah dijalankan sejak 2015. Hingga saat ini sudah ada 100 desa yang membentuk UBK, meliputi 36 kabupaten dan 19 provinsi.
Ke-36 Kabupaten yang sudah memiliki UBK diantaranya Bireuen, Agam, Lampung Selatan, Bangka, Sambas, Kutai Barat, Bintan, Simalungun, Serang, Pandeglang, Bogor, Indramayu, Purwakarta, Bandung, Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, Wonosobo, Sragen, Kudus, Pati, Rembang, Klaten, Sleman, Tuban, Ponorogo, Ngawi, Mojokerto, Jombang, Malang dan Lombok Barat.
UBK ini sudah membuat 22 jenis produk kebutuhan sehari-hari dan sudah ada 108 Brand produk yang menjadi kebanggan desa masing-masing, jelas Marwan.
Marwan menyontohkan Desa Bunder dan Desa Mekargalih, Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat yang membuat UBK Bumegah. Produk yang dikembangkan adalah sabun cream deterjen, sabun cuci pakaian cair, dan sabun cuci piring cair. Produk dari UBK ini pun dikemas dengan Brand BUM Cream yang sudah masuk ke pasar desa.
Contoh lainnya adalah Desa Sekura, Sungai Serabek, dan Sadang Serayu di Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas. Dengan anggota 28 orang, para ibu-ibu di tiga desa itu secara berkelompok membuat UBK yang memproduksi sosis ayam dengan brend terigis, nugget ayam dengan brend serayu, dan baso ayam dengan brend sekura. Produknya pun sudah ada di pasar desa.
Dikatakannya, sebelum membuat produk, kelompok masyarakat anggota UBK diberi pelatihan, pembekalan dan pengenalan SOP untuk produksi sekaligus melakukan renovasi pabrik.
Agar tidak kalah dalam pemasaran, produk UBK juga dilaunching dan akan dibuat pameran UBK. Kita akan intensifkan sosialisasi produk kepada masyarakat maupun instansi pemerintah, kata Marwan.
Ia menambahkan, program UBK ini sangat strategis dan efektif untuk membangun ekonomi kreatif desa. Setidaknya ada lima sasaran dari UBK, pertama adalah untuk mengubah pola ekonomi konsumtif masyarakat menjadi ekonomi kreatif.
Kedua merebut nilai tambah ekonomi untuk masyarakat desa; ketiga membangun semangat gotongroyong yang produktif; keempat sebagai bahan edukasi bagi masyarakat untuk mendukung produksi lokal; dan terakhir adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
UBK ini nantinya bisa menjadi CV atau PT yang dimiliki kelompok masyarakat desa. Kita harap masyarakat tidak hanya menjadi korban pasar dengan perilaku konsumtif, namun harus menjadi pelaku pasar yang bisa membuat produk yang memiliki nilai tambah secara ekonomi dan berdaya saing, imbuhnya.
Marwan mengingatkan, saat ini diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang membuat produk dari negara tetangga bebas masuk ke desa-desa.
Kita harus perkuat ketahanan ekonomi desa dengan produk yang unggul. Jangan sampai masyarakat desa lebih cinta pada produk negara lain dibanding produk dari dalam negeri sendiri, pungkas Marwan.