:
Oleh H. A. Azwar, Rabu, 10 Februari 2016 | 23:29 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 2K
Jakarta, InfoPublik - Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai awal tahun 2016 ini, akan menciptakan iklim positif bagi ketenagakerjaan Indonesia. Iklim positif tersebut berupa persaingan tenaga kerja di kawasan ASEAN akan lebih kompetitif.
Pelaksanaan MEA akan menciptakan suasana kompetitif dalam hal tenaga kerja. Hanya tenaga kerja yang kompetitif yang bisa berkompetisi, kata Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Guntur Witjaksono di kantor Kemnaker Jakarta, Rabu (10/2).
Menurut Guntur, MEA saat ini masih berada di tahap awal kerjasama pasar bebas antar negara-negara ASEAN. Tahap awal ini dimulai sejak blueprint disetujui oleh negara-negara ASEAN. Sehingga, kondisi saat ini pasar bebas pada sektor tenaga kerja belum sepenuhnya bebas.
Artinya, walaupun pekerja asing dapat masuk ke Indonesia maupun sebaliknya tenaga kerja Indonesia bekerja di negara ASEAN lainnya masih dibatasi oleh peraturan negara masing-masing.
Blueprint yang menjadi landasan MEA pun bersifat progressive, artinya akan ada bentuk pengembangan dari blueprint yang sudah ada dan memungkinkan terciptanya pasar tenaga kerja yang lebih bebas, ujarnya.
Guntur mencontohkan Indonesia, pekerja asing yang bekerja di Indonesia disyaratkan untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan, jabatan tertentu saja yang bisa diisi, syarat pengalaman kerja, syarat alih teknologi dan pengetahuan, serta beberapa syarat mengikat lainnya. Begitu juga dengan negara peserta MEA lainnya.
Malaysia misalnya, lebih banyak merekrut pekerja asing pada tataran unskilled labor. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara yang memiliki perbatasan darat langsung dengan Indnesia tersebut masih berkepentingan untuk melindungi pekerja skilled lokalnya. “Itu menunjukkan bahwa kepentingan nasional juga harus dilindungi,” paparnya.
Ia menilai, kondisi kompetensi negara-negara peserta MEA pun belum merata, sehingga sebagian besar negara peserta juga masih berbenah diri dalam menghadapi MEA. “Hal tersebut itulah pasar bebas MEA dalam bidang ketenagakerjaan belum sepenuhnya bebas,” tuturnya.
Ia juga menambahkan, permasalahan ketenagakerjaan Indonesia dalam menghadapi MEA saat ini adalah banyaknya angkatan kerja yang berpendidikan menengah ke bawah dan lemah dalam kemampuan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Saat ini angkatan kerja Indonesia dengan pendidikan SMP ke bawah mencapai 60 persen.
Indonesia unskilled-nya banyak juga. Hanya saja, unskilled tidak diatur di MEA, itu lewat social culture kayak migrant worker. Selain itu secara umum kemampuan Bahasa Inggris angkatan kerja Indonesia lemah, imbuhnya.
Dijelaskannya, kemampuan berbahasa asing seperti bahasa Inggris sangat penting untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia. Ia mencontohkan pekerja Indonesia dengan pendidikan SMA yang lemah dalam bahasa Inggris, dibandingkan dengan pekerja negara lain dengan lulusan yang sama namun sudah terampil bahasa Inggris. Sekalipun tingkat pendidikannya sama, bidang profesi yang diraih antar keduanya bisa berbeda.
Sekarang mungkin sama saja dengan pekerja Vietnam yang lulusan SMA, tetapi mereka bisa bahasa Inggris, kita tidak. Tentu daya saingnya juga kita kalah, pungkas Guntur.