:
Oleh H. A. Azwar, Senin, 25 Januari 2016 | 14:09 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 448
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Agama menilai, maraknya masyarakat yang terjebak dengan aliran sesat karena masyarakat Indonesia belum dewasa. Pasalnya, masyarakat mudah menerima iming-iming tertentu.
Meskipun orang yang tidak dikenal, masyarakat mudah menerima iming-iming dan tidak bisa meneliti orang tersebut dengan alasan apa membawa paham yang berbeda, kata Dirjen Bimas Islam Kemenag Machasin di Jakarta, Senin (25/1).
Menurutnya, maraknya aliran sesat di Indonesia juga diduga karena tokoh pembawa paham sesat tersebut memiliki agenda tertentu. Namun agenda tersebut tidak secara terang-terangan dijelaskan kepada masyarakat yang berusaha diajak.
Alasan semakin maraknya aliran sesat karena kendali yang lemah baik dari pemerintah maupun diantara sesama masyarakat. Banyak ruang kosong yang mudah disusupi oleh kelompok yang menyimpang, ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya berusaha untuk meningkatkan kapasitas penyuluh agama di berbagai daerah baik kualitas maupun kuantitasnya. “Namun demikian, masih terkendala masalah anggaran untuk meningkatkan penyuluh agama,” imbuhnya.
Machasin membantah jika aliran sesat terbanyak berada di Jawa Barat. “Di daerah lain juga terdapat aliran sesat seperti Sulawesi, Jawa Tengah dan Jawa Timur,” kata Machasin.
Sementara Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mengajak masyarakat umum untuk tidak mengucilkan dan memojokkan orang-orang yang terkait dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), melainkan mengayomi dan memberikan pemahaman kepada mereka.
Intinya kami mengajak kita semua masyarakat khususnya untuk tidak mengucilkan mereka, tidak memojokkan mereka ataupun menafikkan dan menegasikan keberadaan mereka, kata Lukman di sela-sela tasyakuran Hari Amal Bhakti ke-70 Kementerian Agama di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat.
Justru menjadi kewajiban kita semua agar mereka memiliki pemahaman keagamaan sebagaimana yang dimiliki kita semua, yakni yang menyejahterakan sesama, tidak eksklusif, tidak ekstrem dan seterusnya, tambahnya.
Ia mengakui ada klasifikasi seberapa dalam orang-orang tersebut terlibat dalam Gafatar, baik itu yang ajarannya sudah menghujam dalam kesadaran maupaun sekadara ikut-ikutan. Untuk setiap klasifikasi tersebut tentu dilakukan pendekatan yang beragam, namun demikian semuanya harus diayomi sebagai saudara sebangsa Indonesia.
Pemerintah tidak dalam posisi untuk menyatakan Gafatar sebagai kelompok sesat ataupun tidak, dan menyerahkan kepada ormas-ormas keagamaan untuk menilai apakah fahamnya bisa ditolerir atau tidak, terangnya.
Apabila dikemudian hari dinyatakan sebagai ajaran menyimpang, pemerintah dan masyarakat umum memilki kewajiban dan tanggung jawab untuk tetap mengayomi, merangkul dan membina.
Kalau misalkan dinyatakan menyimpang, jadi kewajiban kita bersama untuk mengayomi, merangkul dan membina mereka sehingga kembali tetap memiliki pemahaman yang sesungguhnya sesuai esensi dan substansi ajaran itu sendiri, pungkasnya.