- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Kamis, 21 November 2024 | 19:10 WIB
: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang Tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta, oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)/Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2019-2020. (Foto: Pasha Yudha Ernowo Infopublik.id/Youtube KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Senin, 23 September 2024 | 18:22 WIB - Redaktur: Untung S - 362
Jakarta, InfoPublik – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta, yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)/Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) periode 2019-2020.
Kelima tersangka tersebut adalah YCP (Direktur Utama PPSJ), ISA (Direktur Pembangunan PPSJ), DNS (swasta), SIR (swasta), dan EKW (swasta). KPK telah melakukan penahanan terhadap ISA, DNS, SIR, dan EKW selama 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September 2024 hingga 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih.
Dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik pada Senin (23/9/2024), dijelaskan bahwa dalam konstruksi perkara ini, PT TEP mengajukan penawaran kepada PPSJ untuk tanah seluas 11,7 hektar di Rorotan dengan nilai sekitar Rp3,2 juta/m² melalui mekanisme Kerja Sama Organisasi (KSO). Namun, diduga terjadi penyimpangan dalam proses negosiasi antara PPSJ dan PT TEP.
PPSJ tidak menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah tersebut dan belum melakukan kajian internal terkait mekanisme KSO dari PT TEP. YCP dan ISA diketahui memiliki informasi dari KJPP internal bahwa harga penawaran jauh lebih tinggi daripada harga tanah yang wajar, yaitu Rp2 juta/m².
Dewan Pengawas PPSJ tidak menyetujui mekanisme KSO antara PPSJ dan PT TEP. Namun, YCP tetap melanjutkan kerja sama dengan mengubah mekanisme menjadi skema beli-putus dengan kesepakatan harga Rp3 juta/m² dan mengarahkan penggunaan laporan penilaian dari KJPP yang ditunjuk oleh PT TEP.
YCP juga diduga menerima fasilitas dari PT TEP berupa valuta asing sekitar Rp3 miliar serta pembelian aset pribadi berupa satu rumah dan satu apartemen, yang difasilitasi oleh EKW. Dugaan penyimpangan dalam proses investasi ini telah mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp223 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.