:
Oleh Jhon Rico, Kamis, 8 September 2022 | 18:40 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 438
Jakarta, InfoPublik - Jaksa Agung, ST Burhanuddin, berharap pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa (PPPJ) 2022 bisa menghasilkan sosok Jaksa yang ideal.
“Sosok Jaksa yang seutuhnya, selalu saya titik beratkan di setiap kesempatan arahan dan amanat saya, bahwa saya tidak butuh Jaksa yang hanya cerdas, melainkan saya butuh Jaksa yang cerdas sekaligus berintegritas dan berahlak mulia,” ujar Jaksa Agung dalam keterangan yang diterima InfoPublik, Kamis (8/9/2022).
Jaksa Agung mengatakan Jaksa yang cerdas, profesional, berintegritas dan berakhlak, sangat dibutuhkan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
Apalagi di tengah kondisi situasi seperti saat ini, dimana upaya penegakan hukum, membutuhkan sosok Jaksa yang tidak hanya cerdas, melainkan juga memiliki kompetensi, kinerja, dan profesionalisme tinggi.
Selain itu berintegritas, dan responsif terhadap perubahan serta tujuan organisasi.
Burhanuddin menjelaskan, salah satu tujuan Diklat PPPJ adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan membekali para siswa, sehingga dapat menjadi jaksa yang handal.
Disamping itu, untuk membangun jiwa korsa dan kedisiplinan para peserta didik, sehingga akan tertanam rasa solidaritas, semangat persatuan dan kesatuan terhadap institusi dari dalam diri para siswa.
“Perlu saudara ketahui, mengapa jiwa korsa saya tekankan harus saudara miliki. Hal ini mengingat sebagian besar tugas yang akan saudara emban nanti setelah menjadi jaksa adalah tugas-tugas yang bersifat team work, dimana keberhasilan pelaksanaan tugas akan sangat tergantung oleh soliditas yang terbangun dalam tim tersebut,” kata Jaksa Agung.
Jaksa Agung menuturkan bahwa jaksa adalah abdi negara, abdi masyarakat. Dimana pelaksanaan tugas dengan menerapkan etika dan sopan santun, akan membuat masyarakat segan dan menghargai.
Begitu juga sebaliknya, jika jaksa tidak beretika dan tidak sopan santun terhadap sesama, maka hal tersebut akan membuat masyarakat tidak respect terhadap saudara dan juga institusi ini.
“Cermati keberadaan dan penggunaan media sosial yang merupakan sarana yang paling mudah untuk mencari informasi tentang diri kita maupun kehidupan pribadi kita, karena rentan dimanfaatkan oleh pihak yang berseberangan untuk mem-framing atau membuat opini miring tentang diri pribadi, maupun institusi kita, sehingga kita harus selalu merapatkan barisan. Waspada dalam melaksanakan tugas, serta berperilaku sesuai norma yang ada, begitupun dalam beraktivitas di sosial media. Hindari unggahan yang melanggar norma agama, kesusilaan dan kesopanan serta unggahan yang bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah,” ujar Jaksa Agung.
Oleh karenanya, Jaksa Agung menekankan kepada seluruh siswa wajib memperhatikan etika, adab, dan sopan santun dalam menggunakan media sosial.
Hindari kebiasaan memamerkan kemewahan atau gaya hidup hedonisme dalam kehidupan sehari-hari di media sosial. Patuhi instruksi Jaksa Agung tentang penggunaan media sosial.
Dalam kesempatan ini, Jaksa Agung juga mengingatkan tentang pentingnya menggunakan hati nurani dalam setiap pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang sebagai seorang Jaksa.
Ia menyatakan Jaksa yang Satya, Adhi dan Wicaksana sudah pasti tentu akan menjadikan nuraninya sebagai kompas. Ini akan selalu menjadi pengarah dalam setiap gerak langkah, dalam mengemban amanah untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi masyarakat, bangsa dan negara.
"Tidak dapat dipungkiri, keadilan hukum adalah tujuan utama dari hukum, tetapi bukan berarti tujuan hukum yang lain yaitu kepastian hukum dan kemanfaatan hukum menjadi terpinggirkan. Ketika keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum saling menegasikan, maka hati nurani akan menjadi jembatan untuk mencapai titik bandul keseimbangan,” kata Jaksa Agung.
Jaksa Agung menyampaikan bahwa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian bukanlah suatu tujuan hukum yang harus dipilih salah satu dan berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling melengkapi.
Agar hukum dapat mencapai ketiga tujuannya sekaligus, maka diperlukan pelibatan hati nurani.
"Saya tidak menghendaki, ketika saudara nanti menjadi Jaksa, saudara melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Menuntut bukan hanya sebatas menghukum orang, melainkan lebih dari itu, menuntut adalah bagaimana memberikan keadilan dan kemanfaatan terhadap seseorang, dengan berpangkal pada hati nurani. Kejaksaan harus mampu menunjukan penegakan hukum yang Tajam keatas dan humanis ke bawah tanpa pandang bulu,” kata Jaksa Agung.
Jaksa Agung mengatakan hati nurani bukanlah tujuan hukum, melainkan instrumen katalisator untuk merangkul, menyatukan, dan mewujudkan ketiga tujuan hukum tersebut secara sekaligus.
Ketika kemanfaatan hukum dan kepastian hukum yang dilandasi dengan Hati Nurani telah tercapai secara bersamaan, maka keadilan hukum yang substansial akan selaras dengan rasa keadilan masyarakat, serta terwujud secara paripurna.
“Ingat! rasa keadilan tidak ada dalam buku, tidak pula ada dalam teks undang-undang, melainkan ada di dalam setiap Hati Nurani. Jangan sekali-kali menggadaikan hati nurani saudara, karena itu adalah anugerah termurni yang dimiliki manusia dan itu adalah cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang,” pesan Jaksa Agung.
Hal ini disampaikan Burhanuddin dalam Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXIX (79) Gelombang I Tahun 2022 secara virtual dari Menara Kartika.
Foto: dok. Puspenkum