Perjanjian FIR dengan Singapura Mempertegas Kedaulatan Indonesia

:


Oleh Eko Budiono, Jumat, 4 Februari 2022 | 20:41 WIB - Redaktur: Untung S - 734


Jakarta, InfoPublik - Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Abdul Kadir Jaelani, mengatakan Perjanjian Penyesuaian Pelayanan Udara atau Flight Information Region (FIR) Realignment dengan Singapura, bukan pengurangan kedaulatan, namun justru mempertegas kedaulatan Indonesia.

Namun begitu Abdul Kadir kembali menegaskan perjanjian kedua negara terkait FIR itu tidak hanya dilihat sebagai persoalan pengurangan kedaulatan, tapi lebih pada aspek keselamatan penerbangan.

Menurut Jaelani, pendelegasian kendali sebagian area FIR di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna kepada Singapura berdasarkan pertimbangan teknis dan aspek keselamatan penerbangan.
 
"Terlampau sulit, bila Indonesia harus juga menguasai area udara di sekitar bandara Changi Singapura," ujar Jaelani melalui You Tube dalam diskusi FMB9 mengenai Penataan FIR, pada Jumat (4/2/2022). 
 
Menurutnya, Indonesia bukan satu-satunya negara yang melakukan perjanjian pedelegasian FIR.
 
"Ada 55 negara yang menjalankan pendelegasian FIR di dunia antara lain Australia, Malaysia dan Timor Leste yang mendelegasikan FIR ke Indonesia, tapi bukan berarti Indonesia menguasai kedaulatan negara-negara itu," katanya.
 
Jaelani menambahkan, perjanjian FIR itu justru menambah luas ruang udara Indonesia sejumlah 249.500 ribu kilometer persegi.

“Ini sebuah kemajuan bagi Indonesia,” katanya.

Sebelumnya, pada Selasa (25/1/2022) di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, terjadi kesepakatan Flight information region (FIR) Realignment yang ditandatangani masing-masing Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S Iswaran.

Penandatanganan itu disaksikan oleh kepala kedua negara, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Terkait FIR Realignment itu, membahas pengelolaan ruang udara yang mencakup Kepulauan Riau, Tanjung Pinang, Serawak, dan Semenanjung Malaya.  Kesepakatan itu pun kemudian disampaikan kepada organisasi penerbangan sipil internasional (ICAO) untuk disahkan.

Dalam kesepakatan tersebut, Singapura juga mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan.

Setidaknya ada beberapa poin kesepakatan. Pertama, FIR melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia, termasuk Kepulauan Riau dan Natuna. Kedua, Indonesia bertanggung jawab pada penyediaan penerbangan di wilayah informasi FIR Indonesia sesuai dengan batas-batas laut teritorial. Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura dalam pemberian penyediaan jasa penerbangan (PJP) sebagian FIR Indonesia yang berbatasan dengan Singapura.

Ketiga, pemerintah Singapura menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer untuk manajemen lalu lintas penerbangan (Civil Military in ATC-CMAC). Kondisi ini tentu memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak ada pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat.

Keempat, Singapura wajib menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan jasa penerbangan yang diberikan pesawat yang terbang, dari dan menuju Singapura kepada Indonesia. Pendelegasian PJP dievaluasi ketat oleh Kementerian Perhubungan.

Kelima, Indonesia berhak mengevaluasi operasional pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan Singapura demi memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan ICAO.

Foto: Tangkapan Layar Zoom FMB9 Kominfo