"Kami juga sedang merumuskan efektivitas sosialisasi pilkada pada masa kenormalan baru," kata Viryan.
Menurutnya, jika pelaksanaan Pilkada serentak positif dilaksanakan maka kegiatan sosialisasi bisa dilakukan dengan berbagai macam kegiatan, dimana semakin banyak peserta yang datang akan semakin baik.
Namun, di saat kenormalan baru seperti saat ini, maka peserta dibatasi dan difokuskan pada kreasi di konten digital.
Viryan menganalogikan, jika pada masa sebelum Covid-19 pelaksanaan Pilkada ibarat secangkir kopi ekspresso yang hitam pahit, maka di saat normal baru sekarang kopi tersebut dicampur dengan susu (ada penyesuaian) sehingga rasanya menjadi cappucino atau sejenisnya.
"Begitulah proses Pilkada yang akan kita laksanakan pada masa normal baru mendatang, harus ada penyesuaian dan yang paling penting adalah menerapkan protokol kesehatan demi keselamatan bersama," tuturnya.
Viryan juga mengatakan KPU akan membatasi aktivitas petugas di lapangan untuk melakukan pertemuan tatap muka langsung dengan masyarakat. Kalau pun ada kegiatan sosialisasi ke lapangan, maka petugas hanya akan mendatangi warga dengan tetap menjaga jarak dan menggunakan protokol kesehatan dan tidak boleh bersalaman dan berlama-lama melakukan sosialisasi.
"Yang paling berat adalah menambah anggaran untuk penyesuaian Tempat Pemunguran Suara (TPS) pada kegiatan pemilihan suara. Dia mencontohkan akan ada pengurangan jumlah pemilih pada satu TPS dari maksimal 800 sekarang hanya maksimal 500 dan ini otomatis akan menyebabkan adanya penambahan TPS dan berimbas pada penambahan anggaran," katanya.
Hal lain yang penting, KPU RI juga sudah memikirkan penggunaan alat coblos di masa kenormalan baru, apakah tetap menggunakan paku sebagai alat coblos, atau menggunakan alat lain yang sekali pakai. Atau alternatif lain tetap menggunakan paku, namun pemilih diberikan sarung tangan dan paku dibersihkan dalam jangka beberapa pemilih.
Kemudian penggunaan tinta pemilu juga menjadi pertimbangan, karena jika menggunakan tinta lama, dikhawatirkan setiap mencelup tinta maka pemilih akan mudah tertular. Ini juga yang masih menjadi pembahasan bersama dan akan dicarikan jalan keluarnya, apakah menggunakan tinta dengan sistem semprot, tetes atau oles.
Menurutnya, kenormalan baru menjadi sebuah kebutuhan ketika kebiasaan hidup lama tidak bisa diterapkan dalam kehidupan saat ini.
Sebelumnya, KPU RI akan mengganti 385 penyelenggara pemilu adhoc, yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Penyebabnya, ada yang mengundurkan diri, meninggal dunia, dan tidak lagi memenuhi syarat. Dengan demikian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan penggantian antarwaktu (PAW).
"Terhadap 385 orang ini yang kita harus mencari penggantinya, dengan pergantian antar waktu (PAW)" kata Ketua KPU RI, Arief Budiman.
Menurut Arief, jumlah PPS di desa/kelurahan sejumlah 140.235 orang. Dari jumlah tersebut, 249 orang mengundurkan diri, 43 orang tidak memenuhi syarat, dan 30 orang meninggal dunia.
Sementara, jumlah PPK terdapat 21.205 petugas. Dari jumlah itu, 47 orang telah mengundurkan diri, 11 orang tidak memenuhi syarat, dan lima orang meninggal dunia.
Arief mengatakan, para petugas ad hoc itu sudah ada yang dilantik dan belum karena tahapan pilkada ditunda akibat pandemi Covid-19 sejak Maret lalu. Tahapan pemilihan lanjutan serentak di 270 daerah akan dilaksanakan pada 15 Juni 2020 dengan mengaktifkan kembali jajaran penyelenggara ad hoc.
Dengan demikian, Pilkada 2020 akan diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19. Pemungutan suara serentak akan digelar pada 9 Desember 2020, bergeser dari jadwal semula 23 September 2020.
Selain itu, KPU juga mengkategorikan usia petugas ad hoc, mereka yang berusia di bawah dan di atas 45 tahun. Hal ini berdasarkan saran dan masukan Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 agar penyelenggara pemilu merekrut petugas ad hoc di bawah 45 tahun.
"Kalau ada yang di atas 45 tahun, kami akan meminta kesediaan mereka apakah masih tetap mau menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu atau tidak," kata Arief.
KPU akan tetap melanjutkan apabila mereka masih mau menjadi petugas ad hoc. Akan tetapi, KPU akan merekrut Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDB) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan memperhatikan saran dan masukan dari Kementerian Kesehatan.
KPU akan mengawali tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 pada 15 Juni.
Tahapan pilkada itu dimulai dengan mengaktifkan jajaran penyelenggara pemilu ad hoc, atau sementara seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di daerah yang sempat tertunda akibat pandemi Covid-19.
Sejumlah petugas ad hoc sebelumnya sudah ada yang dilantik, namun dinonaktifkan sementara karena tahapan pilkada ditunda. Adapun sebagian lainnya belum dilantik karena telanjur tahapannya ditunda. (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz)