:
Oleh Eko Budiono, Senin, 1 Juni 2020 | 16:52 WIB - Redaktur: Untung S - 537
Jakarta, InfoPublik - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 yang akan digelar 9 Desember nanti, berpotensi dapat mempercepat penanganan virus Corona (Covid-19).
"Justru momentum pilkada ini bisa mempercepat penanganan Covid karena kepala daerah akan sangat serius, lebih serius menanganinya karena pertaruhan," kata Tito.
Menurutnya, pelaksanaan pilkada dengan protokol kesehatan menjadi tantangan, karena kalau salah dan tidak ditaati akan rawan menjadi media penularan.
Akan tetapi, jika bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, pilkada menjadi peluang mempercepat penanganan Covid-19.
220 kepala daerah dari 270 daerah yang akan menggelar Pilkada 2020, dan berpotensi menjadi pejawat atau kembali ikut pemilihan.
Para kepala daerah ini dituntut rakyatnya bekerja maksimal dalam membuat kasus Covid-19 menjadi landai, maupun program bantuan sosial yang tepat sasaran.
"Nanti pemilu ini nanti isinya cuma dua menurut feeling saya, satu adalah isu Covid-19, dua adalah isu ekonomi. Kepala daerah yang enggak mampu menangani mengendalikan Covid-19 di wilayahnya sama seperti Trump sekarang, dia mendapatkan diskredit, jatuh legitimasi," tegasnya.
Di sisi lain, penantang atau lawan politiknya akan terus mengkritisi kinerja kepala daerah. Penantang pun lebih banyak cara menarik simpati masyarakat untuk memilih dirinya dalam Pilkada 2020.
Ia menampik anggapan pemerintah mengorbankan rakyat demi kepentingan politik karena memaksa pemungutan suara serentak pada Desember tahun ini. Pilkada ditunda hanya tiga bulan dari jadwal semula 23 September 2020 dan belum ada kepastian pandemi Covid-19 akan berakhir pada saat tahapan pilkada kembali dimulai Juni ini.
Ia justru membalikkan pertanyaan apabila pilkada ditunda hingga 2021, apakah pandemi Covid-19 akan berakhir tahun depan. Sehingga, lanjut Tito, pilkada digelar Desember 2020, daripada ditunda lebih lama lagi karena tidak ada juga jaminan Covid-19 akan berakhir.
Di sisi lain, masa jabatan kepala daerah segera berakhir, sebagian besar akan berakhir pada Februari 2021. Menurut Tito, pemerintah tidak bisa mengandalkan kepemimpinan pemerintah daerah diemban pelaksana tugas (plt) atau penjabat yang bertugas mengisi kekosongan jabatan kepala daerah. Tito menginginkan, pemerintah daerah dipimpin kepala daerah yang memiliki legitimasi penuh dari publik melalui mekanisme pilkada.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menjadwalkan forum grup diskusi sekaligus uji publik terhadap Peraturan KPU (PKPU) tentang penyelenggaraan pilkada di masa bencana nonalam pada pekan depan. Regulasi ini akan mengatur pelaksanaan tahapan pemilihan dengan menyesuaikan protokol kesehatan penanganan Covid-19 yang disusun oleh pemerintah.
"Kami sedang melakukan persiapan, direncanakan minggu depan akan dilakukan FGD dan uji publik terhadap rancangan PKPU Pilkada," ujar Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dalam keterangannya, Senin (1/6/2020).
KPU telah mengidentifikasi tahapan-tahapan pilkada yang perlu disesuaikan dengan protokol Covid-19.
Raka Sandi menjelaskan, PKPU itu akan mengatur tata cara sejumlah tahapan pilkada yang melibatkan banyak orang, antara lain penyelenggara pemilu, peserta, pemilih, masyarakat, dan pihak lainnya di tengah pandemi ini.
Ia mencontohkan, beberapa mekanisme tahapan pilkada yang sebelumnya tatap muka, dapat dilakukan secara daring. Dengan demikian, penyelenggaraan pilkada kali ini perlu disesuaikan dengan penggunaan teknologi informasi untuk menghindari interaksi fisik antarmanusia.
Namun, lanjut Raka Sandi, terobosan dalam melaksanakan tahapan pilkada di masa bencana tak boleh bertentangan dengan perundangan-undangan. Selain Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi landasan penundaan Pilkada 2020, penyelenggaraan pilkada juga berpedoman pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"PKPU ini, ada sejumlah tahapan yang perlu dilakukan dengan situasi sekarang untuk menjamin semua kesehatan pihak yang terlibat, apakah penyelenggara, peserta, pemilih, masyarakat, dan sebagainya," kata Raka Sandi.
Ia menambahkan, PKPU penyelenggaraan pilkada pada masa bencana nonalam ini berbeda dengan pengaturan penerapan protokol Covid-19 dalam setiap tahapan. KPU perlu berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam menyusun protokol kesehatan untuk pelaksanaan masing-masing tahapan pemilihan.
"Protokol kesehatan kan itu bukan kompetensi KPU, protokol kesehatan itu apakah nanti kami berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan ataukah dengan Gugus Tugas. Kita meminta standar-standarnya, meminta data informasinya, lalu KPU membuat misalnya apakah keputusan KPU ataukah kemudian bisa juga membuat petunjuk teknis," urainya. (Foto : Kemendagri)