:
Oleh Jhon Rico, Minggu, 9 Oktober 2016 | 17:27 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 878
Jakarta, InfoPublik- Komnas HAM sungguh mengapresiasi atas pembatalan pelaksanaan eksekusi hukuman mati gelombang ketiga pada 29 Juli 2016 terhadap terpidana mati Zulfiqar Ali.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Hafid Abbas menjelaskan, sebagai pihak yang telah ditugaskan untuk menelaah kasus Zulfiqar Ali sejak 2010 dan hasilnya telah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Patrialis Akbar Menteri Hukum dan HAM RI pada waktu itu.
Pokok-pokok temuan dan rekomendasi yang telah disampaikan ke Presiden SBY yang kembali lagi disampaikan ke Presiden Joko Widodo pada 27 September 2016 adalah sebagai berikut.
Pertama, Gurdip Singh alias Vishal yang juga telah dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang sama dengan kasus Zulfikar Ali dalam surat pernyataannya bermaterai pada 10 Oktober 2007 dan didaftarkan pada Notaris Kurnia Armunanto, SH, mencabut semua keterangan di sidang pengadilan tentang keterlibatan Zulfiqar Ali dan menyatakan bahwa Zulfiqar Ali tidak ada kaitannya dengan bisnis heroin.
"Gurdip Singh telah divonis hukuman mati berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor: 1235/Pid.B/2004/Pn.Tng, 27 Februari 2005, terdakwa yang dituduh membawa heroin yang berasal Zulfiqar Ali," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik di Jakarta, Sabtu (8/10).
Realitasnya, tambah dia, Zulfiqar Ali adalah Pedagang Tekstil di Pasar Tanah Abang. Ia diciduk Polisi pada 21 November 2004, jam 12:15 malam di kediamannya di Bogor hanya karena berteman dengan Gurdip Singh yang telah tertangkap tangan membawa 300 gram heroin pada saat hendak terbang dari Jakarta ke Surabaya pada 29 Agustus 2004.
Tiket tersebut dibelikan oleh Zulfiqar Ali atas bantuan sekretarisnya Ginong Pratidina. Akibat penyiksaan Polisi, Gurdip Singh menyebut heroin itu diperoleh dari Zulfiqar Ali dan Ginong pada 28 Agustus meski tidak terdapat satupun alat bukti yang menguatkan tuduhan itu.
Bahkan sebaliknya kenyataan menunjukkan bahwa Sulfiqar Ali pada 26-28 tengah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Jakarta, Jln Jend Sudirman Kav 49 akibat sesak nafas.
Secara psikologis dengan hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya, Gurdip Singh telah mengungkapkan kejujuran sejati yang disertai rasa penyesalan yang dalam dengan menyeret Zulfiqar Ali, orang yang dinilainya tidak bersalah sehingga ia juga telah dijatuhi hukuman mati.
Membuat pernyataan seperti itu ditengah penantiannya menunggu eksekusi mati tentu muncul dari suara nurani kejujuran yang dalam dari seorang Gurdip Sigh. Kedua, pada saat persidangan, Rabu, 5 Mei 2005, Jaksa di Pengadilan Negeri Tangerang hanya menuntut hukuman kurungan seumur hidup bagi Zulfiqar Ali.
Namun, sebagai refleksi, emosi kolektif masyarakat Indonesia pada waktu itu yang menganggap Korupsi, Terorisme dan Narkoba sebagai kejahatan luar biasa, turut mempengaruhi suasana jalannya proses persidangan sehingga Hakim menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari tuntutan Jaksa yakni Hukuman Mati.
Ketiga, dari penelusuran yang panjang dan pengamatan secara berkelanjutan sejak Zulfiqar Ali di Lembaga Pemasyarakatan, Tim tidak pernah menemukan adanya catatan perbuatan dan perilaku yang tercela dari Zulfiqar Ali. "Bahkan, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam penelitian kasus Zulfiqar Ali, saya telah bertemu dengan Ibu kandungnya dan saudara-saudaranya dan menemukan kalau keluarga mereka adalah keluarga terdidik dan agamawan," ujar Hafid Abbas.
Keempat, Ginong Pratidina sekertaris Zulfiqar Ali yang membatu pembelian tiket bagi perjalanan Gurdip Singh ke Surabaya dan dituduhkan terlibat dalam urusan bisnis narkoba itu bersama Zulfiqar Ali ternyata telah bebas, meski yang bersangkutan telah menjalani hukuman selama beberapa tahun.
Bertolak dari temuan-temuan tersebut, dan dengan bukti pernyataan terpidana mati Gurdip Singh bahwa Zulfiqar Ali sungguh-sungguh tidak bersalah, dan juga data rekam medis Zulfiqar Ali di RS Jakarta, sungguh tidak beralasan apabila orang yang tidak berdosa ini yang telah dipenjara lebih satu dekade tetap menjalani hukuman dan menanti eksekusi mati itu. "Karenanya, dimohon kepada Presiden untuk memberikan pengampunan (grasi) kepada Zulfiqar Ali demi keadilan dan kemanusiaan dan sesegera mungkin membebaskannya dari segala hukumannya," pinta Abbas.