Program Percepatan Cetak Sawah Raih Dukungan Akademisi

: Foto: Humas Kementan


Oleh Isma, Selasa, 8 Oktober 2024 | 18:15 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 168


Bogor, InfoPublik – Rektor Universitas Nusa Bangsa, Bogor, Budi Mulyanto, dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam mempercepat cetak sawah dan intensifikasi pertanian.

Menurut Budi, cetak sawah tak hanya soal menambah lahan, tetapi juga membangun sumber daya manusia yang berorientasi pada kemandirian pangan nasional.

“Peningkatan populasi harus diimbangi dengan pengembangan sektor pertanian yang kuat dan berkelanjutan,” tegas Budi dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Perluasan Lahan Sawah: Kunci Menuju Kedaulatan Pangan” di Bogor, Senin (7/10/2024).

Ia menyoroti penurunan luas lahan perkapita akibat alih fungsi lahan dan lambannya implementasi kebijakan. “Lahan pertanian harus dikelola lebih efektif mengingat kebijakan impor pangan masih menjadi opsi, dan ini harus diantisipasi dengan langkah strategis seperti cetak sawah,” ujar Budi.

Salah satu masalah mendasar yang dihadapi, lanjutnya, adalah pemanfaatan kawasan hutan yang belum optimal serta kurangnya integrasi Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

"Perencanaan yang terpecah-pecah hanya akan menimbulkan masalah alih fungsi lahan yang sulit dikendalikan,” tambahnya.

Sebagai informasi, Kementerian Pertanian menargetkan swasembada pangan dan menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia melalui program ambisius: cetak sawah 1 juta hektare, optimasi lahan, perbaikan irigasi, serta sinkronisasi waduk hingga tahun 2025.

Dengan dukungan akademisi dan langkah strategis ini, Indonesia diharapkan mampu memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa program cetak sawah perlu dilakukan untuk membuat Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Sebagaimana diketahui, saat ini, pemerintah tengah berfokus pada lahan intensifikasi sawah existing seluas 40 ribu hektare di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.

"Dari jumlah tersebut, 35 ribu di antaranya dalam masa pertanaman. Ke depan akan kami perluas sehingga menghasilkan produksi yang cukup besar," jelasnya.