- Oleh Eko Budiono
- Minggu, 3 November 2024 | 13:47 WIB
: Foto udara aktivitas pemurnian nikel di areal pabrik smelter milik PT Antam di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (17/12/2022). PT Antam mengoperasikan tiga tambang dan pabrik pengolahan feronikel (feni) di Pomalaa sejak tahun 1968 dengan kapasitas produksi nikel di tambang ini mencapai 6000 Tni/A (Ton Nikel per tahun) dengan hasil produksi baik berupa ore (tanah mengandung nikel) maupun nikel itu sendiri diekspor ke Jepang, China dan Eropa. ANTARA FOTO/Jojon/hp.
Oleh Eko Budiono, Kamis, 4 Juli 2024 | 15:13 WIB - Redaktur: Untung S - 376
Jakarta, InfoPublik - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan bahwa pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) memiliki tantangan, khususnya dalam penyediaan tenaga listriknya.
Seperti dilansir laman Kementerian ESDM, Rabu (3/7/2024), Arifin menegaskan tenaga listrik yang dibutuhkan untuk smelter sangat besar, dan mayoritas masih dihasilkan oleh pembangkit listrik berbahan dasar batubara yang menghasilkan emisi gas buang cukup besar.
"Di Sulawesi sendiri, smelter yang ada di sini, mengkonsumsi kurang lebih 20 gigawatt (GW), dan itu didominasi dari batubara, jadi kalau dihitung emisi karbonnya ini sekian juta ton, nah ini tentu saja akan menjadi satu tantangan ya buat industri-industri smelter yang ada di sini," ujar Arifin.
Arifin mengatakan, bahwa hal tersebut menjadi tantangan bagi industri smelter, karena sekarang dunia menuntut produk-produk yang merupakan hasil dari pemanfaatan energi bersih.
"Negara Eropa sudah berpacu untuk mendorong pemakaian energi bersih dan sudah mulai menerapkan mekanisme yang disebut 'Cross Border Carbon Mechanism', nanti di situ ada masalah perpajakan emisi gas CO2 ke depan," imbuhnya.
Melalui penerapan Cross Border Carbon Mechanism, kata Arifin, nantinya akan ada pengenaan pajak karbon, sehingga produk industri dalam negeri akan terbebani dengan pajak karbon tersebut serta akan menjadi mahal dan tidak kompetitif.
Saat ini, pemerintah sedang Menyusun rencana untuk bisa menyediakan tenaga listrik dengan energi yang memiliki emisi karbon yang rendah, karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar, seperti prospek sumber gas di Blok Masela yang akan produksi pada tahun 2030 dengan proyeksi sebanyak 10,5 juta ton LNG atau Gas Alam Cair per tahun.
Kemudian di Selat Makassar ada lapangan miliki ENI yang akan produksi di 2027-2028, serta satu blok di Sumatra Bagian Utara, yakni Blok Andaman.
Menurut Arifin, potensi besar lain adalah energi matahari di Indonesia, kemudian potensi angin, namun karena terbatas industri pendukungnya, maka potensi-potensi besar tersebut belum mampu dimanfaatkan secara optimal.