:
Gianyar, InfoPublik - Kendati mendapat keuntungan akibat terus menguatnya dollar AS, pengusaha patung ukir kayu di Gianyar, Bali pun mempunyai harapan tersendiri terhadap pemerintah. Terlebih buat pengusaha kerajinan ukir kayu yang mengekspor produknya ke luar negeri.
Pemilik Taksu Bali Galerry I Putu Aditya Prabawa Budiasa mengakui, ada dampak positif naiknya kurs dollar terhadap rupiah bagi pengusaha ukir kayu yang produknya di ekspor ke luar negri. Kendati demikian, ia berharap masih ada yang harus diperbaiki dibirokrasi terkait proses waktu ekspor barang ke luar negri.
“Yang saya rasakan di sini, mungkin pemerintah di pusat Pak Jokowi sudah membantu kita dalam artian memudahkan ekspor dan bahan baku. Cuma di bawah kita tidak merasakanya,” kata dia saat ditemui InfoPublik di Taksu Bali Gallery di Ubud Bali, Jumat (28/9).
Ia mengaku sudah beberapa kali mengalami kendala soal proses ekspor produk kerajinan miliknya. “Saya beberapa kali ada masalah di ekspor. Dipersulit, bukan di negara tujuannya dipersulit, tapi di sini di dalam Negeri baik soal perizinan bahan baku. Padahal bahan baku ini biasa kita ekspor dan di negara sana diterima,” jelasnya.
Padahal, terkait bahan baku yang akan diekspor, menurutnya, sudah dilengkapi dengan dokumen. “Tapi masih saja ada kendala seperti dikarantina, Ini yang menjadi masalah buat kita,” pungkasnya.
Hal- hal seperti ini, menurutnya malah mengakibatkan kerugian untuk mereka yang akan mengekspor produknya ke luar Negeri. “Saya beberapa kali dapat kompalin dan cancel, harusnya saya bisa ekspor cepat. Itu yang membuat kita sebagai pelaku pasar merasakan dampaknya,” tegasnya.
Ia berharap ke depan ada sikronisasi antara pusat dengan daerah terkait proses ekspor barang kerajinan. Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah terus menggalakan promosi dengan melakukan pameran- pameran dan pinjaman modal untuk pengrajin.
Menyinggung soal kenaikan kurs dollar AS, Ia menjelaskan ada dampak positif dan negatifnya bagi pengrajin ukir kayu. “Positifnya, kalau memang kita transaksinya dari awal memang gunakan USD, kalau pas lagi naiknya itu pas lagi enaknya kita ini,” kata dia.
Sedangkan untuk negatifnya sendiri, lanjut dia, bertepatan dengan kenaikan dollar ini berdampak sedikit lesunya penjualan. “Lesunya penjualan ini saya juga kurang paham. Mungkin juga ada faktor lain selain karena dollar naik,” imbuhnya.
I Putu mengaku hampir 80 persen hasil kerajinan miliknya diekspor ke luar negeri. “Eropa, Amerika hampir ke semua. Ke Jepang, Singapura dan lainnya,” jelasnya.
Menurut dia, para pelanggannya ada yang ingin bertransaksi dengan dollar, rupiah bahkan ada juga yang menggunakan mata uang negaranya sendiri. “Kalau dengan transaksi USD, dengan situasi saat ini kita diuntungkan karena kita semua menggunakan bahan baku dalam negeri, termasuk tenaga kerja,” paparnya.
Ia meyebut sudah memiliki pelanggan atau kolektor di beberapa negara yang memang sudah bekerja sama sebagai mitra. Di antaranya di Jepang, China dan Kanada. “Kurang lebih dia sebagai kolektor kita,” ujarnya.
Menurut I Putu, produk kerajinannya dimintai di luar dan dalam negeri karena mempunyai ciri khas tersendiri. “Taksu Bali biasanya produknya unik, akar, besar dan tidak ada di tempat lainnya,” kata dia.
Salah satu produk Taksu Bali, lanjutnya, adalah ikon baru pasar modal yakni patung Banteng Wulung yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta.
Terkait dengan harga, ia menyebut harga patung ukir kayu miliknya berkisar dari harga Rp200ribu hingga ratusan juta rupiah. Bahkan ia mengaku pernah menjual patung dengan harga miliaran rupiah. Jenisnya pun beragam. Mulai dari patung ukir seni hingga patung ukir berbagai jenis hewan.
"Jenis bahan baku kayu yang digunakan pun jenisnya beragam mulai kayu suar, trembesi, kayu waru, kayu kamboja, kayu jati dan jenis lainya. Bahan baku itu semua didapat dari dalam negri seperti dari Jawa dan Sumatera," kata Putu.