:
Oleh lsma, Selasa, 4 Juli 2017 | 08:56 WIB - Redaktur: Elvira Inda Sari - 1K
Jakarta, InfoPublik - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menyatakan per 1 Juli 2017 pihaknya mulai menerapkan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging (rata-rata) bagi bank yang masuk dalam kategori bank umum.
Aturan GWM Averaging yang diterapkan tersebut tertuang dalam Peraturan BI (PBI) No.19/6/PBI/2017 tentang Perubahan Kelima Atas PBI No.15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional.
GWM Primer dalam rupiah sebelumnya ditetapkan sebesar 6,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam rupiah dan pemenuhannya dilakukan secara harian.
Mulai 1 Juli 2017, GWM yang wajib dipenuhi secara harian sebesar lima persen dari DPK dalam rupiah dan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata sebesar 1,5 persen dari DPK dalam rupiah selama periode dua minggu.
"GWM Averaging, merupakan lanjutan reformulasi kebijakan BI yang sebelumnya telah mengganti suku bunga acuan BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate, dan penerapan GWM Averaging ini dapat memudahkan perbankan untuk mengatur likuiditasnya," kata Mirza dalam diskusi yang bertema "GWM Rata-Rata (Averaging): Dampaknya Terhadap Likuiditas Perbankan dan Efektivitasnya Kepada Kebijakan Moneter" di Jakarta, Senin (3/7).
Mirza menjelaskan, bagi bank-bank yang likuiditasnya sudah cukup baik, keleluasaan untuk mengatur GWM akan memberi benefit karena tidak tiap hari 6,5 persen. Dalam hari tertentu, sebuah bank bisa maintain GWM 5,75 persen, sisanya bisa dipinjamkan ke bank kecil yang butuh likuiditas.
Ia menambahkan, dengan pengelolaan likuiditas yang lebih fleksibel diharapkan mendorong peningkatan kredit, suku bunga bank yang lebih rendah, dan kondisi pasar uang antar bank (PUAB) menjadi lebih likuid.
Mirza memaparkan, beberapa negara besar di dunia saat ini sudah beralih dari GWM fix menjadi GWM averaging. Dengan menerapkan sistem baru in diharapkan likuiditas akan lebih baik di pasar keuangan. Dengan semakin banyaknya likuiditas yang terserap oleh pasar secara efektif sehingga mampu meningkatkan efisiensi perbankan.
"Intinya manajemen likuiditas bisa jadi fleksibel, harapannya, pasar uang bisa lebih likuid, dan dananya bisa mengalir di pasar uang dan membuat likuid sistem. Harapannya mudah-mudahan suku bunga bisa lebih rendah," katanya.
Menurutnya, saat ini ada dana sekitar Rp400 triliun yang ditempatkan dalam instrumen jangka pendek oleh berbagai bank di Indonesia. Dari Rp400 triliun tersebut sekitar Rp250 triliun yang kembali ke Bank Indonesia dan dikelola melalui sistem Giro Wajib Minimum ini.
"Jadi meski perbankan hanya melihat GWM sebagai instrumen yang menyedot atau menambah likuiditas bagi bank, tapi bagi bank sentral di seluruh dunia, GWM adalah instrumen moneter untuk pengendalian uang beredar," pungkasnya.