Lakukan Transaksi Afiliasi, Perusahaan Wajib Serahkan Dokumen Transfer Pricing

:


Oleh Amrln, Kamis, 16 Februari 2017 | 15:53 WIB - Redaktur: Elvira - 1K


Jakarta, InfoPublik - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mewajibkan perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk menyusun dan menyerahkan Dokumen Penetapan Harga Transfer (transfer pricing) sesuai dengan kebijakan pelaporan yang baru.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (16/2), Achmad Amin, Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan International Ditjen Pajak menjelaskan paket dokumentasi transfer pricing yang dimaksud meliputi dokumen induk (master file), dokumen local (local file), dan Laporan per Negara (Country by Country Report/CBCR).

"Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/2016 yang berlaku efektif pada 30 Desember 2016," tegas Amin.

Sebelumnya, kata Amin, pelaporan dokumentasi transfer pricing oleh Wajib Pajak (WP) badan yang melakukan transaksi afiliasi dalam grup usahanya hanya mencakup local file. Namun, mulai tahun ini ditambah dua laporan lagi sesuai dengan rekomendasi OECD dalam BEPS action plan 13, yakni master file dan CBCR.

“Untuk CBCR itu hanya untuk grup usaha skala besar dengan threshold mengikuti rekomendasi BEPS Action yakni lebih dari 750 juta Euro atau ekuivalen dengan dari Rp11 triliun,” jelasnya.

Menurutnya, cukup banyak perusahaan multinasional yang berbasis di Indonesia yang wajib menyampaikan CBCR. Berdasarkan estimasi kasarnya, terdapat ratusan Wajib Pajak Badan yang masuk kriteria wajib membuat dan melaporkan CBCR.

“Intinya mereka harus transparan dan terbuka bahwa transaksi antar-grupnya benar-benar sesuai dengan prinsip kewajaran kelaziman usaha. Tujuannya, agar kita bisa melihat bahwa harga atau laba atas transaksi afiliasi sudah wajar atau belum, sehingga pajak yang mereka bayar sesuai dengan yang seharusnya,” tutur Amin.

Sementara untuk master file dan local file, Amin menegaskan seluruh perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi harus membuat dan mempersiapkan keduanya. Terutama untuk perusahaan yang pada tahun pajak sebelumnya memiliki transaksi afiliasi barang berwujud dengan nilai lebih dari Rp20 miliar atau transaksi lainnya selama tahun sebelumnya, seperti transaksi jasa, pembayaran bunga, dividen, dan pemanfaatan barang tak berwujud lain dengan nilai masing-masing lebih dari Rp5 miliar. 

“Bagi wajib pajak yang tidak ada kewajiban membuat TP Doc berdasarkan PMK ini, dia tetap harus arms length dalam transaksi afiliasinya,” terangnya.

Menurut Amin, kewajiban menyampaikan CBCR juga berlaku bagi anggota Grup Usaha yang entitas induknya berada di negara atau yurisdiksi yang tidak mewajibkan kebijakan serupa atau tidak memiliki perjanjian pertukaran informasi dengan pemerintah Indonesia.

Pemerintah juga dapat meminta anggota Grup Usaha untuk menyampaikan CBCR, jika Indonesia tidak mendapatkan laporan tersebut dari negara mitra yang telah menandatangani perjanjian pertukaran informasi perpajakan. Mekanisme ini disebut dengan secondary filling mechanism.

Achmad Amin menambahkan, perusahaan yang diwajibkan membuat dokumentasi transfer pricing wajib menyediakan local file dan master file paling lambat empat bulan setelah akhir tahun pajak. Namun, keduanya tidak harus dilampirkan bersama dengan SPT.

Menurutnya, wajib pajak hanya diwajibkan untuk menyampaikan ikhtisar dokumen induk dan dokumen lokal sebagai lampiran SPT PPh Badan Tahun Pajak yang bersangkutan dengan format yang telah distandarisasi dalam Lampiran PMK-213.

“Untuk CBCR diberi waktu lebih panjang, yakni paling lambat 12 bulan setelah akhir tahun pajak harus sudah tersedia. Selanjutnya dilaporkan sebagai lampiran SPT PPh Badan Tahun Pajak berikutnya,” jelasnya.

Amin mengingatkan, bagi WP badan yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan dokumen transfer pricing dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.