:
Oleh H. A. Azwar, Jumat, 4 November 2016 | 09:07 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 892
Jakarta, InfoPublik - Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyatakan upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun 2017 sudah diputuskan oleh Gubernur.
Hampir semua Gubernur patuh pada Pasal 44 PP No. 78 tahun 2015, yang menaikkan upah minimum (UM) sebesar 8,25 persen. Mungkin hanya Gubernur Aceh yang berani untuk tidak mematuhi Pasal PP 78, tidak mematuhi Surat Menteri Ketenagakerjaan dan tidak mematuhi Surat Menteri Dalam Negeri.
Timboel tidak tahu dari mana sumber keberanian sang gubernur untuk berbeda dengan mayoritas gubernur lainnya. “Mungkin karena pilkada atau karena sebab lain,” ungkap Timboel di Jakarta, Jumat (4/11).
Namun demikian, Timboel berharap Pemerintah Pusat cq. Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) tidak serius merealisasikan ancamannya menjatuhi sanksi kepada Gubernur yang tidak mematuhi Pasal 44 PP No. 78 tahun 2015, seperti yang diatur dalam Pasal 68 ayat 1 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Timboel menambahkan, walaupun UMP sudah diketok, namun UMK masih belum disahkan. Kaum pekerja/buruh masih berharap keberanian Gubernur menaikkan upah minimum kota/kabupaten lebih tinggi dari 8.25 persen. “Harapan tersebut kecil untuk direalisasikan. Para Gubernur tetap patuh pada PP 78,” terang Timboel.
Untuk itu Timboel meminta buruh/pekerja tidak perlu lagi berharap banyak kepada gubernur untuk upah minimim kabupaten/kota. “Bila memang masih belum puas, sebaiknya menggugat putusan Gubernur tersebut ke PTUN di masingmasing provinsi, selain menanti hasil Judicial Review PP No. 78/2015 ke Mahkamah Agung (MA),” pesan Timboel.
Dijelaskannya, pemerintah pusat berdalil upah minimum ini sebagai Program Strategis Nasional dan kalangan Apindo memandang sangat baik penentuan upah minimun berdasarkan pasal 44 PP 78.
Bila konsisten maka konsekuensinya, supaya fair, pemerintah pusat cq. Kemnaker dan Kemdagri serta Apindo harus juga memastikan seluruh pekerja yang bekerja di bawah 1 tahun minimal memperoleh upah sesuai upah minimum yang sudah ditetapkan, jelas Timboel.
Jangan juga, lanjut Timboel, pemerintah cq. Kemnaker dan Kemdagri serta Apindo tidak mau tahu dan tidak mau peduli bila ada perusahaan yang membayar upah pekerjanya di bawah upah minimum.
Pasal 90 ayat 1 UU 13/2003 melarang pengusaha membayar upah pekerja di bawah upah minimum, dan sanksi pidana dan perdatanya ada di Pasal 185, imbuhnya.
Timboel pun minta Kemnaker harus memastikan seluruh pengawas ketenagakerjaan di pusat maupun daerah memeriksa seluruh perusahaan apakah sudah membayar upah pekerja yang bekerja di bawah 1 tahun minimal sebesar upah minimum yang telah ditetapkan.
Pengawas juga harus didorong berani menggunakan pasal 185 kepada pengusaha yang tidak patuh. Kemdagri juga harus berani menegur dan memberi sanksi bagi gubernur yang di daerahnya masih ada pekerja di bayar upahnya di bawah upah minimum, tambahnya.
Demikian juga dengan Apindo, Timboel berharap pihak Apindo harus berani menegur pengusaha pengusaha yang masih membayar upah di bawah upah minimum, dan memberi sanksi organisasi bagi anggota Apindo yang melanggar pasal 90 UU 13 tersebut.
Pemerintah dan Apindo harus fair dan konsisten terkait upah minimum. Jangan hanya mewajibkan pasal 44, tetapi membiarkan pelanggaran penerapan upah minimum. Pemerintah dan Apindo harus mengakui dan menyadari bahwa faktanya masih banyak pekerja di republik ini yang belum dapat upah sesuai upah minimum. Pemerintah dan Apindo tidak boleh menjalankan standar ganda, harap Timboel.
Kita tunggu niat baik dan konsistensi pemerintah dan Apindo. Bila pemerintah dan Apindo tidak konsisten dan tidak tegas maka kaum buruh akan mengenyek dgn ucapan “...ah payah, nggak ada nyali...beraninya keroyokan lawan buruh...”, tukas Timboel.