:
Oleh H. A. Azwar, Senin, 31 Oktober 2016 | 17:32 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 631
Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri memimpin langsung sidang pleno ke-2 LKS Tripartit Nasional di Ruang Tripartit Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin, (31/10).
Ada dua hal besar yang dibahas dalam sidang itu. Pertama, Review UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Yang kedua tentang Harmonisasi Program Jaminan Hari Tua (JHT), ungkap Hanif usai sidang pleno di Kantor Kemnaker, Senin (31/10).
Sidang Pleno ke-2 LKS Tripartit Nasiona,l dihadiri 11 orang dari unsur Pemerintah, 9 orang unsur dari SP/SB dan 8 orang dari unsur Pengusaha.
Hanif menjelaskan, terkait Review UU No. 21 Tahun 2000 tentang pembentukan SP/SB unsur pengusaha ingin SP/SB mementingkan kualitas bukan kuantitas. Sementara sebaliknya, pihak SP/SB mengeluhkan adanya resistensi dari sejumlah sengusaha terhadap pembentukan SP/SB. Terkait aturan JHT unsur Pemerintah, SP/SB dan pengusaha sepakat untuk mengubah aturan pengambilan JHT Jadi 5 Tahun 1 Bulan, karena itu sudah sangat adil dari semua pihak. “Dari sidang ini, kita sepakat dan menyimpulkan aturan JHT jadi 5 Tahun 1 Bulan dan perlu pengaturan ideal tentang SP/SB,” jelas Hanif.
Keputusan seperti itu, kata Hanif, diambil dalam rapat tripartit yang terdiri perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja. Adapun yang menandatangani keputusan tersebut adalah Menaker Hanif Dhakiri sebagai perwakilan pemerintah, anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Harijanto dan perwakilan Serikat Pekerja (SP) dan Serikat Buruh (SB), Sumirah.
Itu hasil keputusan dalam rapat tadi. Jadi, kami secepatnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 60/2015 tentang Perubahan atas PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang isinya pengambilan JHT dapat dilakukan sebulan setelah tidak bekerja atau sebulan setelah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), kata Hanif.
Menurutnya, keputusan seperti itu diambil karena banyaknya pengaduan dari pengusaha dan pekerja sendiri. Salah satunya adalah ada pekerja yang ingin mengambil JHT, bekerja sama dengan pihak perusahaan, membuat berita acara bahwa sang pekerja yang bersangkutan berhenti bekerja. Setelah dia sudah mengambil JHT di BPJS Ketenagakerjaan baru dia bisa dipekerjakan kembali. “Nah, ini kan tidak benar,” tukas Hanif.