:
Oleh Baheramsyah, Minggu, 30 Oktober 2016 | 22:17 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K
Jakarta, InfoPublik - Pemerintah seharusnya memperhatikan keberadaan produk pangan lokal yang sangat beragam. Karena, pangan lokal yang ada di daerah bisa dijadikan benteng dalam menjaga kedaulatan pangan nasional.
Kondisi masyarakat yang terus berkembang menciptakan komoditas pangan yang dibutuhkan juga semakin bervariasi. Masyarakat kini tak hanya bergantung pada produk seperti nasi, daging sapi dan komoditas utama lainnya.
Peralihan konsumsi ini harus diperhatikan secara baik oleh pemerintah. Agar, masyarakat masih dapat mendapatkan asupan pangan sesuai dengan keinginannya.
Peneliti Fungsional Direktorat Pangan dan Pertanian Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) Noor Advianto mengatakan, struktur pendudukan akan berubah setiap tahun. Hal ini juga menciptakan perubahan pada pola konsumsi.
Keliru satunya dalam asupan karbohidrat dari nasi. Banyak masyarakat beralih dari konsumsi nasi ke komoditas karbohidrat lainnya seperti kentang dan umbi-umbian. Bahkan, banyak masyarakat berawal dari lebih banyak santap sayur dan buah ketimbang nasi.
“Ini dapat menciptakan konsumsi beras kita menurun. Sebab, keberagaman kebutuhan masyarakat semakin nyata,” kata Noor Advianto dalam diskusi memajukan pertanian berkelanjutan untuk mewujudkan hak atas pangan di Jakarta, Minggu (30/10).
Memandang perkembangan ini, pemerintah sudah selayaknya dapat mempersiapkan langkah apa yang harus dilakukan dalam jangka waktu dekat. Jangan sampai pemerintah justru terus mengembangkan produksi komoditas pangan yang nantinya malah banyak tak terkonsumsi oleh masyarakat.
“Permintaan komoditas baru makin banyak. Kalau kita tak dapat mengikuti permintaan pangan ini, maka kedaulatan pangan tetap sulit tercapai. Pasar kita yang besar dapat dikuasai produsen lain,” ujarnya.
Pemerintah saat ini memiliki kebijakan jangka menengah dalam menjaga komoditas padi, gula, jagung atau kedelai, dan daging sapi. Pemerintah berupaya sampai 2019 akan ada cetak sawah baru seluas satu juta hektare, khususnya di luar Nusa Jawa. Selain itu diharap akan ada peningkatan produktivitas dari saat ini 5,3 ton per hektare (2015) menjadi 5,5 ton per hektare (2019).
Sementara Pengamat Pertanian Khudori menambahkan, pemerintah banyak melakukan pengingkaran dalam praktek ekoregion padahal potensi lahan sangat memungkinkan untuk menvariasikan produk pangan. Salah satunya adalah adanya program padi jagung kedelai (Pajale). Program untuk menjaga ketahanan pangan ini dinilai kurang tepat karena mulai mengikis perkembangan produksi pangan lokal.
"Boleh ada program ini, tapi jangan menghilangkan komoditas lokal. Karena sekarang ini banyak dipaksakan di setiap daerah, agar semua daerah bisa seragam memproduksi Pajale," katanya
Ke depan, kata Khudori, pemerintah baiknya tidak menekankan target sesui dengan komoditas saja tapi bisa juga sesuai dengan kebutuhan, seperti kebutuhan karbohidrat, protein, dan lainnya. Dengan menjalankan sesuai kebutuhan, maka akan banyak alternatif lain khususnya produk pangan lokal yang bisa dikembangkan masyarakat.
"Kalau seperti itu, produk lokal akan terwadahi. Misal untuk karbohidrat kan tidak hanya beras, bisa juga singkong, atau umbi-umbian lain. Ini kan banyak banget alternatif," ujarnya.