Program Biodisesel Sawit Memberikan Dampak Positif Bagi Harga Minyak Kelapa Sawit

:


Oleh Baheramsyah, Jumat, 12 Agustus 2016 | 08:43 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, Bayu Krisnamurthi mengatakan, program biodisel sawit yang dicanangkan pemerintah sekitar Agustus 2015 tenyata cukup memberikan dampak positif bagi harga minyak kelapa sawit mentah (CPO), meskipun dalam beberapa kali terus alami koreksi akibat lesunya pasar minyak nabati di pasar internasional.

Harga tandan buah segar (TBS) misalnya, yang sebelumnya alami penurunan hingga hanya mencapai Rp 800-Rp 900 per kilogram, kini mengalami kenaikan cukup signifikan hingga 93 persen akibat didorong adanya prgram biodisel sawit oleh Pemerintah Indonesia. Jadi program biodisel sawit ternyata mampu membantu dan menjaga salah satu industri strategis khususnya yang berbasis sawit. 

Selain itu sawit dapat mengurangi impor, dan sawit juga membuat keterkaitan sektor energi dan ekonomi yang lebih besar, bahkan dari fosil fuel yang dihasilkan oleh Indonesia. "Pemberlakuan pungutan dana dari ekspor kelapa sawit juga merupakan salah satu mekanisme untuk menjadi alat dalam stabilisasi harga CPO," kata Bayu dalam acara focus group discussion konsep kebijakan pemanfaatan biodiesel di Jakarta, Kamis (11/8).

Bayu menegaskan, program biodiesel yang ditunjang BPDP kelapa sawit mampu menaikkan demand CPO yang berujung pada meningkatnya harga cpo domestik. Selain itu, petani kecil kelapa sawit yang memiliki sebagian besar lahan kelapa sawit di Indonesia juga ikut merasakan efek positif dari stabilnya harga CPO dengan ikut stabilnya harga TBS di tingkat petani setelah implementasi program biodiesel yang ditunjang oleh BPBD kelapa sawit.

"Hingga triwulan kedua tahun 2016, yang diserap mencapai 685 ribu kilo liter. Mekanismenya pertamina beli sesuai dengan harga crude oil dijual dengan harga keekonomian biodiesel, selisihnya dibayar oleh dana kelapa sawit. Besarnya subsidi yang dibayar dana kelapa sawit naik dua kali lipat menjadi 6,061," tuturnya.

Bayu mengatakan, selama 2016 ini situasi CPO di Indonesia memamng masih belum terlalu menggembirakan mengingat ekspornya masih belum membaik, bahkan ada kecenderungan turun. Pada kuartal I 2015 ekspor CPO mencapai 1,71 juta ton dan kuartal I 2016 turun jadi 1,14 juta ton.

Sebaliknya ekspor turunan CPO justru mengalami kenaikan, yaitu pada kuartal pertama 2015 mencapai 3,43 juta ton naik pada kuartal kedua 2016 menjadi 3,66 juta ton. Dia mengatakan, situasi anomali ninyak nabati saat ini masih terjadi di pasar dunia. 

Selain itu, menurut Bayu, nilai dari pungutan sawit terjadi fluktuasi, dan terindikasikan menurun. Penurunannya tidak semata-mata karena ekspor menurun, tapi salah satu yang menonjol adalah karena terjadi proses hilirisasi produk ekspor Indonesia. "Pada intinya pola ekspor lebih ke produk hilir. Hilirisasi berjalan dengan baik," cetusnya.

Sementara itu, lanjutnya, produksi di beberapa daerah menurun hingga 20-25 persen, perkebunan 7-35 persen, dan yang menjadi faktor utama penyebab penurunan adalah kondisi cuaca yang terjadi saat ini. Stok sawit juga mengalami penurunan di Indonesia maupun negara tujuan, seperti China dan India. Seharusnya harga sudah naik, tapi saat ini belum naik juga. Sisi lainnya, semua data dan anlisa menunjukkan pada quarter terakhir 2016 diperkirakan harga CPO akan naik atau reli lagi, karena kondisi pasokannya tidak bagus.

"Hari ini kita mendengar harga minyak ada kemunkinan masih akan tertekan ke bawah. Diperlukan mekanisme bahwa program B20 untuk energi tetap bisa berjalan. Dana sawit yang sekarang masih tersedia diperkirakan masih memadai dengan besar subsidi sampai akhir tahun 2016, maupun bulan-bulan pertama di tahun 2017. Namun tentunya kalau kita tidak melakukan sesuatu, jika dana itu tak terpakai maka terjadi risiko, makanya program ini harus berjalan berkesinambungan. Dana kelapa sawit saat ini sebesar Rp 1,6 triliun," tukasnya.