Dorong Swasembada Pangan di NTT, Kementan Perbaiki Tata Kelola Irigasi

:


Oleh Baheramsyah, Kamis, 4 Agustus 2016 | 14:09 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 787


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Pertanian saat ini tengah fokus mendorong upaya peningkatan produksi dalam menuju swasembada pangan strategis.

Upaya ini melalui terobosan penerapan atau perbaikan tata kelola air irigasi berkelanjutan dari hulu hingga hilir dengan sinergitas antar kementerian terkait, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).

Staf Ahli Menteri Pertanian, Ani Andayani menuturkan sebagai faktor terpenting dari keberhasilan program upaya khusus swasembada pangan, keberadaan air tidak mungkin disubstitusi oleh input apapun juga. Air dapat menjadi faktor penghambat keberhasilan program swasembada pangan manakala jumlahnya terlalu banyak yang mengakibatkan banjir serta menjadi langka manakala terjadi kekeringan yang mengakibatkan gagal panen serta gagalnya pencapaian peningkatan luas tanam. 

"Ini sering terjadi mengingat saat ini sangat sulit untuk memprediksi curah hujan sebagai dampak perubahan iklim global. Sehingga sangat penting dalam upaya meningkatkan produksi pangan di daerah khususnya di Nusa Tenggara Timur yang lahan pertaniannya kering," kata Ani 

Menurutnya, salah satu upaya mengatasi hal tersebut adalah dengan mencari sumber air alternatif yang dapat menggantikan kekurangan sumber air permukaan, terutama pada daerah-daerah pertanian lahan kering salah satunya sumber air yang berasal dari air tanah.

Bila sumber air permukaan di NTT sering menghadapi kekurangan di musim kemarau, air tanah dangkal hanya sebuah alternatif atau sebagai suplemen. Selain itu, melalui efisiensi penggunaan air dengan jenis komoditas yang lebih cocok untuk lahan kering.    

"Kementerian Pertanian pun berupaya merumuskan suatu mekanisme pemanfaatan sumber air tanah untuk kebutuhan air bersih dan irigasi pertanian yang tepat untuk diterapkan di wilayah-wilayah lahan kering dengan memetakan sebaran dan potensi sumberdaya air," ujar Ani di Kupang, Kamis (4/8)

Ani menjelaskan penyusunan strategi persiapan dan perencanaan yang matang dalam pemanfaatan sumberdaya air tanah dengan menggali permasalahan terkini yang ada di lapangan secara komprehensif dilakukan bersama-sama dengan Kemen KLH, Kemen PUPR dan Kementan secara sinergis.

Sinergitas dan kolaborasi yang terpadu antar kementerian ini juga dapat dilihat dari program dan kebijakan yang telah dan akan dilakukan oleh kementerian masing-masing, antara lain Kementerian LHK yang mengembangkan Project SPARC (Strategic Planning and Action to Strengthen Climate Change Resilience for Rural Community) yang dibiayai (United Nations Development Programme) UNDP. 

Program ini telah melaksanakan kegiatan antisipasi akibat perubahan iklim di NTT seperti pembuatan embung, melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat untuk melihat kearifan lokal dalam menggunakan air secara efisien dan sebagainya. Ini project yang bisa mendukung keberlanjutan pemanfaatan air secara bijaksana. 

"Sedangkan Kementerian PUPR juga telah memperlihatkan hasil proyek yang telah dilakukan beberapa waktu lalu yaitu terkait dengan air tanah (P2AT) yang menunjukkan potensi lahan pertanian di Provinsi NTT yang masih bisa dimanfaatkan petani untuk meningkatkan IP dari semula 100 menjadi 200 karena ketersediaan air yang cukup dari air tanah," jelas Ani.  

Program UPSUS yang dilakukan Kementan bersama-sama dengan TNI ini mendapat apresiasi Gubernur NTT Frans Lebu Raya sebagai upaya mencapai swasembada pangan di NTT. Ia pun menginginkan adanya kolaborasi antar pendamping di pedesaan pada sasaran yang sama yaitu petani.

"Sehingga walaupun petani mendapat peluang pendampingan yang beragam tetapi tujuannya harus sama yaitu mensejahterakan petani. Untuk itu, dana bantuan desa yang diterima salah satunya ditujukan untuk tata kelola air irigasi bila memang air menjadi faktor penting untuk keberhasilan swasembada pangan di NTT," sebutnya.

Inspektur Jenderal Kementan, Justan Ridwan Siahaan menyampaikan percepatan luas tambah tanam pada bulan April hingga September penting untuk dapat meraih hasil panen di musim mendatang. Dengan demikian, target pemenuhan kebutuhan beras dalam rangka swasembada segera dapat terwujud secara berkelanjutan.

"Untuk Provinsi NTT yang memang ada hambatan dalam perolehan air irigasi di mana tidak kebagian La Nina di musim ini bagi pertanaman untuk luas tambah tanam April hingga September, perumusan atau perbaikan tata kelola air menjadi fokus prioritas yang penting agar produksi pangan tidak menurun atau kita harapkan meningkat," ujar Justan.