Menhub Panggil Manajemen Lion Air, Asosiasi Pilot Lion Group Siap Beberkan Masalah Sebenarnya

:


Oleh Dian Thenniarti, Selasa, 2 Agustus 2016 | 13:20 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 367


Jakarta, InfoPublik - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Selasa (2/8) akan memanggil Direksi PT Lion Mentari Airlines untuk dimintai keterangan terkait penyebab keterlambatan (delay) penerbangan panjang yang terjadi pada lima penerbangan maskapai Lion Air.

Seperti diketahui, pada Minggu, 31 Juli 2016, lima penerbangan Lion Air mengalami keterlambatan penerbangan hingga menyebabkan ratusan penumpang di Bandara Internasional Soekarno-Hatta meluapkan emosi. Lima penerbangan tersebut yaitu JT 650 rute Cengkareng-Lombok, JT 630 rute Cengkareng-Bengkulu, JT 590 rute Cengkareng-Surabaya, JT 582 rute Cengkareng-Surabaya, dan JT 526 rute Cengkareng-Banjarmasin.

"Dengan duduk bersama dalam rapat klarifikasi, diharapkan permasalahan sesungguhnya yang terjadi di lapangan dapat diketahui untuk kemudian dicarikan solusi bersama," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan, Hemi Pamuraharjo. 

Lebih lanjut Hemi menjelaskan, terkait dengan penutupan landasan pacu Bandara Internasional Juanda Surabaya karena adanya pekerjaan perbaikan (overlay) landasan yang diduga menjadi salah satu penyebab keterlambatan, Menhub telah memberi instruksi pada PT Angkasa Pura I selaku pengelola bandara untuk memperpanjang jam operasional bandara dari awalnya hingga pukul 22.00 WIB menjadi pukul 24.00 WIB.

"Kemenhub selaku regulator di sektor transportasi akan terus melakukan pembinaan kepada para operator transportasi, dalam hal ini maskapai penerbangan, agar kualitas pelayanan kepada masyarakat kian meningkat," tambah Hemi.

Sementara itu, terkait dengan insiden delay tersebut, Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group (SP-APLG) meyakini bahwa insiden tersebut secara langsung maupun tidak langsung berkorelasi dengan permasalahan ketenagakerjaan yang sedang dihadapi para pilot SP-APLG saat ini.

SP-APLG berpandangan bahwa pengelolaan industri penerbangan, dimana Lion Air termasuk di dalamnya, seyogyanya mengikuti kaidah-kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) serta menaati seluruh regulasi dan perundangan yang berlaku, terlebih lagi karena industri ini sangat terkait dengan kepentingan dan keselamatan orang banyak. 

"Namun pada kenyataannya SP-APLG merasakan hal tersebut tidak tercermin dalam praktik manajemen Lion Air selama ini, khususnya dalam aspek ketenagakerjaan," ujar Ketua Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group (APLG), Capt. Eki Adriansjah, Selasa (2/8).

Untuk itu SP-APLG menyerukan kepada masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk dapat menyikapi persoalan ini secara serius. SP-APLG siap memaparkan secara terbuka berbagai permasalahan di Lion Air yang pada dasarnya tidak hanya merugikan para pilot dan pekerja Lion Air tetapi juga merugikan publik sebagai pengguna jasa Lion Air.

Sebagai informasi, terkait dengan adanya perselisihan hubungan industrial antara SP-APLG dan manajemen Lion Air, saat ini tengah ditempuh upaya penyelesaian melalui mekanisme tripartit yang dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta setelah upaya penyelesaian bipartit yang ditawarkan oleh SP-APLG tidak mendapat respon positif dari pihak manajemen Lion Air. Rabu (3/8) mendatang direncanakan akan diadakan kembali pertemuan tripartit keempat di kantor Suku Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta.

Menurut Eki, SP-APLG juga sudah menyampaikan laporan ke Komisi IX DPR, dan sudah mendapatkan jadwal RDPU bersama manajemen Lion Air. Tetapi karena pihak manajemen tidak datang, maka Komisi IX DPR akan menjadwalkan ulang agenda RDPU setelah masa reses.

"SP-APLG akan terus all out memperjuangkan hak-haknya yang dirugikan akibat sikap dan tindakan manajemen Lion Air yang tidak transparan, sewenang-wenang dan intimidatif. Beberapa diantaranya adalah indikasi manipulasi data penghasilan pilot yang dilaporkan pihak Lion Air kepada BPJS Ketenagakerjaan, tidak diberikannya jadwal terbang tanpa alasan yang jelas kepada 19 pilot sejak pertengahan Mei lalu hingga hari ini, pasca tindakan sebagian pilot SP-APLG yang menunda terbang pada 10 Mei 2016 lalu, karena terganggunya kondisi emosi dan psikis pilot akibat tidak dipenuhinya komitmen pihak manajemen terkait pembayaran transportasi serta akumulasi berbagai persoalan lain yang telah berlangsung selama ini. Tidak cukup sampai di situ, pihak manajemen juga melakukan upaya kriminalisasi terhadap para pilot melalui pengaduan ke Bareskrim Polri dengan tuduhan yang mengada-ada," katanya.

Apa yang sedang diperjuangkan oleh SP-APLG saat ini, menurut Eki, sejatinya bukan hanya sekadar bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan diri sendiri, tetapi juga demi kepentingan yang lebih luas, agar industri penerbangan nasional ke depan dapat lebih profesional dan dipercaya oleh publik dalam seluruh aspek pengelolaannya.