Kantor Pajak Manokwari Kejar Penunggak Pajak

:


Oleh Amrln, Senin, 27 Juni 2016 | 14:29 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 562


Jakarta, InfoPublik - Setelah sukses dengan penyanderaan (gijzeling) penanggung pajak di Surabaya awal Mei lalu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Manokwari konsisten melakukan penegakan hukum perpajakan berikutnya.

Pada tanggal 15 Juni 2016 lalu, KPP Manokwari menyampaikan Surat Paksa (SP) kepada penunggak pajak “PT.PSK” dan langsung dibacakan oleh juru sita pajak bertempat di Jakarta.  Total tunggakan pajak “PT.PSK” adalah sebesar Rp3,38 miliar lebih yang merupakan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perhutanan.

Kepala Kantor KPP Manokwari Chandra Budi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (27/6), menjelaskan bahwa profil Wajib Pajak ini adalah perusahaan yang bergerak dalam Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang berlokasi di Kabupaten Teluk Bintuni.

"Wajib Pajak merupakan pemegang konsensi HPH terluas di Propinsi Papua Barat dan saat ini masih aktif beroperasi.  Jadi secara finansial dapat diduga Wajib Pajak memiliki kemampuan bayar yang cukup, namun belum melaksanakan kewajibannya dengan benar," ujar Chandra.

Menurutnya, sesuai dengan ketentuan dalam Undnag-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, maka Surat Paksa dapat dilanjutkan dengan penagihan aktif selanjutnya berupa penyitaan, pencegahan atau penyanderaan (gijzeling).

Penyitaan dapat dilakukan terhadap rekening penanggung pajak dalam bentuk pemblokiran rekening.  Sedangkan penyanderaan dilakukan apabila Wajib Pajak memiliki utang pajak minimal Rp100 juta dan diragukan niat baiknya.

"Tentunya, apabila diperlukan maka KPP Manokwari akan melakukan penyanderaan kepada penanggung pajak tersebut seperti yang pernah dilakukan kepada penanggung pajak di Surabaya beberapa waktu lalu," katanya.

Ditambahkannya, konsistensi penegakan hukum perpajakan yang dilakukan oleh KPP Manokwari terlihat juga dengan telah diusulkannya lagi pencegahan terhadap suami istri penunggak pajak sebesar Rp748 juta.

"Mereka ini adalah pengusaha yang menjadi rekanan suatu perusahaan besar, namun diketahui belum membayar pajak dengan benar," kaatanya.

Ia pun menyatakan tindakan penyitaan dengan memblokir rekening telah dilakukan, namun belum cukup melunasi semua utang pajaknya.  Maka, sesuai ketentuan yang berlaku dan apabila memenuhi persyaratan, tindakan penyanderaan (gijzeling) dapat juga dilakukan terhadap mereka.

Sebelum melakukan tindakan penagihan aktif, lanjut Chandra, KPP Manokwari telah melakukan upaya persuasif terlebih dahulu.  Upaya tersebut dimulai dengan menghimbau Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.  Apabila tidak ditanggapi, maka diterbitkanlah surat teguran kepada Wajib Pajak tersebut.

"Nah, apabila dalam 21 hari Wajib Pajak tidak juga merespon maka dilakukan upaya penagihan aktif dengan penyampaian surat paksa.  Jadi, prosedur penagihan aktif sampai dengan sita, cegah atau sandera tidaklah serta merta.  Pasti didahului dengan upaya persuasif yang cukup," pungkasnya.