Nilai Tukar Usaha Pertanian Naik, Turunkan Kemiskinan

:


Oleh Baheramsyah, Minggu, 24 Januari 2016 | 18:14 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, Suwandi, mengatakan ARAM-II BPS 2015 menyebutkan produksi padi naik 5,85 persen, jagung 4,34 persen, kedelai 2,93 persen dibandingkan 2014.

Menurut dia, kerja keras petani yang didukung penyuluh, TNI, KTNA, HKTI, perguruan tinggi, instansi pemerintah, Komisi IV DPR RI dan lainnya menunjukkan hasil. Dukungan yang diberikan secara bersama-sama memacu peningkatan produksi guna mencapai kedaulatan pangan sesuai amanat Nawacita.

"Produksi pangan cabai, bawang merah, tebu dan lainnya juga meningkat. Peningkatan produksi yang diikuti dengan penanganan aspek hilir dan tata niaga pangan diyakini akan berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan petani," ujar Suwandi di Jakarta, Minggu (24/1/).

Menurut Suwandi, indikator Nilai Tukar Petani (NTP) ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dari rasio indeks yang diterima petani dengan indeks yang dibayarkan petani.

"Indikator NTP memiliki beberapa kelemahan di antaranya indeks yang dibayarkan petani mencakup seluruh aspek pengeluaran rumah tangga petani sehingga tidak mencerminkan pengeluaran riil untuk usaha taninya," tambah dia.

Oleh karena itu, sebagai respons atas beberapa kelemahan NTP, maka digunakan juga indikator Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). Dia menjelaskan bahwa kesejahteraan petani 2015 lebih baik dibandingkan 2014 dilihat dari indikator NTP maupun NTUP.

Data BPS 2016, menyebutkan NTUP nasional 2015 sebesar 107,44 atau naik 1,40 dibandingkan 2014 sebesar 106,04.  Secara rinci NTUP tanaman pangan 2015 naik 2,91, peternakan naik 2,03 dan hortikultura naik 1,35. Sedangkan NTUP perkebunan turun 2,14 akibat sebagian besar produknya berorientasi ekspor terkena imbas harga dan krisis global.

"Sejalan dengan NTUP, maka indikator NTP juga menunjukkan peningkatan yaitu NTP tanaman pangan 2015 naik 1,48  dan NTP peternakan juga naik 0,75. Sedangkan NTP perkebunan turun 4,12 akibat imbas pasar global," lanjut Suwandi.

Berdasarkan data NTP dan NTUP 2015, terlihat jelas penurunan NTUP perkebunan mengisyaratkan untuk segera menyelesaikan perdagangan sawit, karet dan lainnya. Penurunan harga yang tajam telah memukul income perkebun sehingga tergelincir pada garis kemiskinan. Peningkatan produksi menjadi kurang berdampak pada income bila instansi yang menangani ekspor belum mampu mengatasi masalah ini.

Suwandi mengharapkan para pemerhati pertanian agar menganalisis secara lebih komprehenshif dan mendalam terhadap indikator NTP dan NTUP, sebab bila hanya melihat angka agregat NTP 2015 menurun 0,44 tanpa mendalami secara rinci sumber penurunan komponen indikatornya, maka akan salah dalam mencari solusinya.