- Oleh Untung S
- Kamis, 12 Oktober 2023 | 09:47 WIB
: Pengamat Pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru. Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arcipelagic and Island States (AIS) 2023 di Bali dikatakannya sangat penting untuk menjaga keberlangsungan laut Indonesia di masa depan yang penuh tantangan. (ANTARA/Mochammad Mardiansyah Al Afghani)
Oleh Baheramsyah, Jumat, 22 September 2023 | 18:20 WIB - Redaktur: Untung S - 111
Jakarta, InfoPublik – Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arcipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 di Bali sangat penting untuk menjaga keberlangsungan laut Indonesia di masa depan yang penuh tantangan.
Demikian ditegaskan Pengamat pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Chusmeru saat dihubungi, Jumat (22/9/2023).
"Salah satunya adalah tantangan eksploitasi pesisir dan pencemaran laut," kata Chusmeru.
Dengan adanya tantangan tersebut, maka prinsip-prinsip Our Ocean Our Future menjadi penting untuk dibahas dalam KTT yang menghadirkan 51 negara kepulauan dan pulau dan digelar pada 10-11 Oktober 2023 di Nusa Dua, Bali tersebut.
Selain ancaman eksploitasi pesisir dan pencemaran laut, menurut Chusmeru, konflik seperti yang terjadi di Natuna juga menjadi salah satu contoh tantangan yang dihadapi Indonesia.
Oleh sebab itu konsepsi Solidarity dalam KTT AIS perlu diimplementasikan dalam bentuk penyelesaian konflik yang saling menguntungkan.
Penyelenggaraan KTT AIS Forum 2023 juga dapat mendatangkan manfaat bagi pengembangan wisata pesisir di Indonesia karena akan tercipta kolaborasi dan inovasi di antara anggota forum.
"Pengembangan ekonomi biru yang mendatangkan kesejahteraan masyarakat diharapkan akan terjalin," kata Chusmeru.
Pengembangan wisata pesisir tersebut selayaknya diserahkan kepada desa wisata karena memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang tahu persis tentang potensi wisata di daerahnya. Pengelola desa wisata juga dinilai tahu persis bagaimana menjaga kelestarian lingkungan di daerahnya.
Di sisi lain, pengembangan wisata pesisir oleh desa wisata juga menjadi salah satu bentuk percepatan pembangunan desa terpadu untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di dalamnya.
Desa wisata yang telah maju nantinya bisa memberikan efek domino berupa peningkatan kualitas lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian budaya.
Chusmeru menilai jika pengembangan pesisir lebih banyak didominasi oleh investor yang datang dari luar desa maka dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi pesisir di Indonesia yang berdampak terhadap keberlangsungan lingkungan.
Jadi serahkan pengelolaannya kepada masyarakat setempat melalui desa wisata kemudian investasinya dikelola Bumdes, kata Chusmeru.
Untuk meraih capaian target wisata pesisir di Indonesia, perlu dikembangkan dalam bentuk quality tourism (pariwisata berkualitas}, bukan quantity tourism (mengutamakan jumlah wisatawan) dengan mengedepankan prinsip-prinsip sustainable tourism atau pariwisata yang berkelanjutan.
Dengan pariwisata berkualitas ini maka pengelola wisata pesisir di Indonesia harus menjaring secara selektif wisatawan yang akan masuk, untuk memastikan hanya wisatawan yang memenuhi kualifikasi dan memang berorientasi pada rekreasi sekaligus juga konsentrasi terhadap lingkungan saja yang bisa masuk ke kawasan wisata pesisir. (Ant)