:
Oleh Taofiq Rauf, Senin, 14 Juni 2021 | 08:05 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 1K
Jakarta, GPR News - Indonesia menjadi salah satu negara yang gencar dalam vaksinasi COVID-19. Setidaknya ada 500 ribu orang yang disuntik vaksin setiap harinya. Diharapkan bisa mencapai satu juta per hari dalam beberapa waktu ke depan. Lansia dan mereka yang bekerja di layanan publik menjadi kelompok prioritas.
Gerakan vaksinasi secara masif ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengendalikan virus COVID-19. Semakin cepat pemberian vaksin, maka diharapkan kekebalan kelompok dapat segera terbentuk.
Namun, upaya pemerintah mendapatkan vaksin tidak didapat dengan mudah. Ini mengingat permintaan vaksin di tingkat global sangat tinggi. Semua negara berharap dapat segera mendapatkan suplai dari produsen vaksin.
Untuk itu, lobi-lobi gencar dilakukan pemerintah, baik melalui hubungan bilateral maupun multilateral. Secara bilateral, Indonesia sejak awal pandemi hingga saat ini terus memonitor dan melakukan pendekatan kepada beberapa negara produsen vaksin seperti China, Korsel, India, UEA, Jerman, AS.
Di China, tim lintas sektoral yang melibatkan seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, BUMN, serta KBRI di Tiongkok membangun komunikasi langsung dengan pemerintah China dan beberapa produsen vaksin seperti Sinovac, Sinopharm, dan Cansino. Indonesia pada akhirnya berhasil meraih kesepakatan dengan Sinovac pada Agustus 2020.
Dipilihnya Sinovac, bukan tanpa alasan. Karena dari sisi teknik memiliki kesamaan dengan yang dipakai oleh Bio Farma. Sampai saat ini, pasokan dari Sinovac masih berjalan dengan lancar. Terakhir pada Senin (31/5/2021), pemerintah kembali mendapat kiriman 8 juta dosis vaksin Sinovac dalam bentuk bulk.
Indonesia juga berupaya melobi Amerika Serikat yang siap mendistribusikan jutaan vaksinnya ke negara lain. Pemerintah akan melakukan pendekatan g to g (government to goverment), sehingga diharapkan bisa berada di list negara pertama yang menerima bantuan.
Di level tertinggi, Presiden RI Joko Widodo memainkan peran penting dalam membangun komunikasi dengan pemimpin negara-negara lain. Dalam forum global, Presiden Jokowi juga selalu meyakinkan dan menolak segala macam bentuk nasionalisme vaksin.
Langkah Presiden senada dengan yang dijalankan Menteri Luar Negeri Retno P Marsudi yang menyerukan keadilan vaksin global. Menlu Retno aktif dalam aliansi vaksin internasional atau Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI) untuk memperoleh pembagian vaksin secara berkeadilan melalui skema fasilitas COVAX.
Pada 8 Mei 2021, Indonesia telah menerima kedatangan, batch ketiga fasilitas COVAX. Jumlah vaksin Astrazenecca dalam bentuk vaksin jadi yang tiba 1.389.600 dosis. Total vaksin Astrazeneca yang telah didapat RI dari jalur COVAX mencapai 6.410.500 dosis.
Sebagai gambaran, Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin untuk memvaksinasi 181 juta warga. Jumlah itu sudah termasuk 15 persen di antaranya buat cadangan.
Untuk jangka panjang, Indonesia terus mematangkan vaksin merah putih. Kehadiran vaksin merah putih akan menjadi momen penting bagi Indonesia dalam membangun kemandirian vaksin sehingga tak tergantung pasokan dari luar. Tahun depan diharapkan vaksin ini dapat diproduksi massal.
Namun upaya untuk mengendalikan COVID-19, tak bisa sepenuhnya mengandalkan vaksinasi. Harus ada upaya paralel dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan seperti menjaga garak, mencuci tangan, dan tak lupa memakai masker di ruang publik.
Indonesia mesti belajar dari India. Gelombang tsunami COVID-19 di India, boleh dibilang disebabkan oleh pelonggaran protokol, kelengahan merasa sudah mendapatkan vaksin, dan mutasi virus yang berkembang dengan cepat. Dengan langkah secara paralel ini, diharapkan Indonesia bisa benar-benar mengendalikan COVID-19.
Baca dan download lengkapnya di: http://www.gprnews.id/books/sndh