:
Oleh Elvira Inda Sari, Rabu, 16 November 2022 | 14:29 WIB - Redaktur: Elvira - 329
Nusa Dua, InfoPublik - Tak terasa tiba waktunya Indonesia menyerahkan tongkat estafet Presidensi G20 kepada India. Selama satu tahun sejak Italia memberikan mandat 31 Oktober 2021, Indonesia memegang tampuk Presidensi G20 2022.
Ini merupakan pertama kalinya negara berpenduduk 273 juta jiwa itu dipercaya sebagai tuan rumah dari aktivitas padat forum kerja sama 19 negara dan Uni Eropa selaku kekuatan ekonomi utama dunia.
G20 merupakan forum internasional berpijak pada koordinasi bidang ekonomi dan pembangunan, merepresentasi kekuatan ekonomi dan politik dunia sekarang ini. Komposisi keanggotannya begitu menggetarkan karena menjangkau 80 persen ekonomi produk domestik bruto (PDB) dunia, 75 persen ekspor global, dan 60 persen populasi di jagat ini.
Ada 19 negara dan satu kawasan menjadi anggota G20 yakni Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Forum ini lahir pada 1999 sebagai sikap dalam menjawab krisis ekonomi dunia 1997-1998 dan memastikan dunia dapat segera keluar dari krisis dan menciptakan pertumbuhan ekonomi global lebih kuat dan berkesinambungan. Semula, forum G20 merupakan ajang bertemunya para menteri keuangan dan gubernur bank sentral.
Dalam perkembangannya mulai membahas berbagai isu pembangunan secara global dan sejak 2008 forum G20 mulai mengundang kepala negara di pertemuan puncak bertema Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Presidensi G20 yang dijalani Indonesia punya makna mendalam karena sejak dunia dirundung pandemi hingga tiga tahun setelahnya, kita belum pulih sepenuhnya.
Karena itu, Indonesia selaku Presidensi G20 mengajak seluruh anggota lainnya untuk segera keluar dari situasi pandemi lewat tiga rencana aksi pemulihan yakni menyiapkan arsitektur kesehatan global, transfomasi ekonomi digital, dan transisi energi.
Indonesia pun memanfaatkan posisi Presidensi G20 untuk mengenalkan segenap potensi ekonomi yang dipunyai untuk ditawarkan kepada negara-negara mitra. Tak lupa kita turut mempromosikan lima destinasi pariwisata superprioritas seperti Danau Toba, Candi Borobodur, Mandalika, Labuan bajo, dan Likupang.
Caranya, kelima DPSP itu dijadikan lokasi pertemuan-pertemuan G20, baik itu untuk Sherpa Track, Finance Track, dan Side Event. Tercatat ada lebih dari 180 event diadakan menjelang digelarnya KTT sebagai puncak rangkaian Presidensi G20. Total, ada hampir 40.000 ribu orang mendatangi Nusantara untuk hadir di tiap event tadi.
Kehadiran puluhan ribu peserta rangkaian kegiatan G20 tadi tentunya memberi dampak secara ekonomi. Dalam hitung-hitungan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Presidensi G20 mampu meningkatkan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun dan penambahan produk domestik bruto nasional sampai Rp7,4 triliun.
Presidensi G20 ini juga mampu merangkul usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan terserapnya 33 ribu tenaga kerja baru. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno bahkan secara gamblang menyebutkan, Presidensi G20 berdampak baik terhadap pariwisata di Indonesia.
Kontribusinya berupa tambahan masuknya 1,8 juta-3,6 juta turis mancanegara dan terbukanya 600 ribu-700 ribu lapangan kerja baru di sektor kuliner, fashion, dan kriya. Kawasan wisata kembali hidup, terutama di Nusa Dua, Bali yang menjadi lokasi puncak Presidensi G20.
Keuntungan lainnya adalah diterimanya beberapa kesepakatan bisnis dan pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam pengembangan ekonomi hijau. Salah satunya dari Pemerintah Amerika Serikat ketika Presiden Joseph R. Biden, Jr, mengumumkan komitmen bantuan senilai USD20 miliar atau Rp310 triliun. Belum lagi kesepakatan bisnis hasil pertemuan bilteral Presiden Joko Widodo dengan para pemimpin negara-negara anggota G20.
Di sisi lain, Presidensi G20 Indonesia yang berpuncak pada KTT menjadi unjuk kemampuan kita dalam melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Terlebih, dalam periode presidensi ini Rusia selaku salah satu anggota G20 terlibat konflik dengan "saudara sepupu" Ukraina.
Akibatnya, distribusi komoditas-komoditas pertanian dan pertambangan dari kedua negara ke pasar Uni Eropa menjadi terganggu. Begitu pula yang terjadi dalam hubungan Amerika Serikat-Tiongkok dalam 10 tahun terakhir yang tak sehangat sebelumnya.
Dunia pun berharap Indonesia selaku salah satu pendiri Gerakan Nonblok mampu menjadi juru damai dan pemecah kebuntuan dari konflik yang terjadi. Terlebih, Presiden Joko Widodo ketika membuka KTT secara tegas meminta agar perang segera dihentikan.
Apapun yang akan dihasilkan pada hari terakhir KTT, Rabu (16/11/2022), pada kenyataannya Indonesia berhasil melewatinya dengan baik. "Anda telah melakukan pekerjaan yang luar biasa hebat," demikian pujian Presiden Biden kepada Presiden Joko Widodo ketika berbicara di pembukaan KTT.
Kini, estafet kepemimpinan G20 berpindah ke tangan India. Presiden Joko Widodo telah menyerahkan palu kepemimpinan G20 kepada Perdana Menteri India Narendra Modi
pada penutupan KTT G20 Bali, Rabu (16/11/2022). Semoga India dapat menjalankan tugas presidensi dengan baik hingga setahun ke depan.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Elvira Inda Sari
Foto: Presiden Joko Widodo telah menyerahkan palu kepemimpinan G20 kepada Perdana Menteri India Narendra Modi pada penutupan KTT G20 Bali, Rabu (16/11/2022). Selanjutnya India akan menjadi Presidensi G20 2023. Media Center G20 Indonesia/Zabur Karuru/nym/vn/22