Filosofi Tat Twam Asi Hadir di HWG Ketiga

:


Oleh Putri, Selasa, 23 Agustus 2022 | 06:32 WIB - Redaktur: Untung S - 273


Jakarta, InfoPublik - ‘Tat Twam Asi’, demikian filosofi sansekerta kuno Bali yang disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya. Filosofi tersebut bermakna ‘Saya adalah Anda, Anda adalah Saya’.

Filosofi itu relevan dengan upaya pemerintah yang saat ini dilakukan melalui pertemuan G20. Sepanjang tahun ini, G20 telah membahas cara-cara untuk dapat memperkuat arsitektur kesehatan global, dengan tiga agenda utama.

Yaitu Memperkuat Ketahanan Sistem Kesehatan Global, Menyelaraskan Standar Protokol Kesehatan Global, dan Memperluas Manufaktur Global dan Pusat Penelitian untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respon pandemi yang akan datang.

Tiga keluaran utama pada HWG 3 itu adalah pertama, untuk membangun pusat manufaktur vaksin, terapi, dan alat diagnostik (VTD) dan pusat penelitian kolaboratif.

Hal ini guna mendukung pengembangan dan penguatan kapasitas manufaktur VTD yang digerakkan oleh penelitian di Low Middle Income Countries (LMICs) untuk mengembangkan, meningkatkan, dan memperkuat kapasitas penelitian dan manufaktur.

Kedua, untuk berbagi mekanisme dan harmonisasi regulasi untuk memudahkan proses peningkatan kapasitas global guna memastikan percepatan ketersediaan VTD selama keadaan darurat kesehatan masyarakat.

Ketiga, untuk mendapatkan prinsip yang dapat disepakati tentang pembentukan kolaborasi Uji Klinis Multisenter VTD untuk mendukung Pusat Manufaktur dan Pusat Penelitian Kolaboratif di antara negara-negara G20 guna upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons atas pandemi.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia ingin menyuarakan di pertemuan HWG ke-3 ini yakni equality, prinsip-prinsip equality dalam riset dan produksi.

Karena pada saat pandemi ini terjadi, jika tidak memiliki kapasitas yang merata di seluruh dunia pandemi itu tidak akan selesai. Sehingga konsepnya adalah seluruh umat manusia di Indonesia harus diobati, atau prinsipnya menjadi pandemi one for all, all for one.

“Kalau kita punya kapasitas riset dan kapasitas manufaktur maka akses bisa dilakukan oleh negara lain, karena tidak mungkin satu negara saja bisa menyelesaikan pandemi yang sifatnya global karena penularan terjadi lintas negara,” kata Menkes Budi.

Foto: Kemenkes