:
Oleh Eko Budiono, Selasa, 16 Agustus 2022 | 15:38 WIB - Redaktur: Untung S - 258
Jakarta, InfoPublik - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha menyatakan, percepatan transisi energi menuju target net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060, memerlukan pendanaan yang cukup.
Satya juga mengapresiasi penunjukan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebagai pengelola dana energy transition mechanism (ETM) dan Sustainable Development Goal (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang merupakan platform blended finance.
"Mempertimbangkan kesiapan pemerintah melalui penunjukan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebagai pengelola dana, serta minat perbankan dan investor untuk mendanai pelaksanaan transisi energi di Indonesia, kami cukup yakin bahwa Indonesia dapat mencapai target net zero emission pada 2060," kata Satya, melalui keterangan tertulis, usai diskusi panel pada seminar yang diselenggarakan sebagai bagian dari dari rangkaian Energy Transition Working Group (ETWG) G20 di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Platform blended finance merupakan saluran yang mempertemukan pembiayaan dengan proyek yang selaras dan berkaitan erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan untuk pembiayaan iklim.
Hadir juga dalam seminar tersebut yakni Wakil Presiden yang juga Wakil Ketua DEN Ma'ruf Amin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang sekaligus Ketua Harian DEN Arifin Tasrif, dan Menteri Keuangan yang juga Anggota Unsur Pemerintah DEN Sri Mulyani.
Dalam keterangannya, Satya memberikan gambaran bahwa optimisme dalam pelaksanaan transisi energi di Indonesia perlu diiringi dengan kewaspadaan untuk menghindari hal-hal seperti yang terjadi di Inggris, India, dan China.
Sebab, Indonesia belum mencapai peak emission atau puncak emisi serta sistem keenergian yang berbasis energi fosil.
Oleh karenanya, lanjutnya, DEN mengalkulasi secara cermat waktu yang tepat bagi Indonesia dalam mencapai peak emission.
Pemerintah juga tengah mempertimbangkan gas bumi sebagai penyangga dalam memuluskan perpindahan pemanfaatan energi fosil ke energi baru terbarukan.
Selain itu, menurut dia, aset berbasis batu bara yang dimiliki oleh PT PLN (Persero) juga membutuhkan perhatian khusus.
Contoh peluang investasi, terdapat satu perusahaan yang commercial operation date (COD) pada 2015 dengan tingkat maturitas aset pada 2045.
Untuk menciptakan percepatan dalam pelaksanaan transisi energi melalui penonaktifan aset tersebut pada 2035, diperlukan biaya besar sebagai konsekuensi yang tentunya diiringi dengan penurunan tingkat emisi yang cukup baik.
Oleh karenanya, saat ini pemerintah tengah menginventarisasi aset-aset yang ada sebagai langkah percepatan pelaksanaan transisi energi.
"Dengan demikian, investor dapat berpartisipasi dalam pendanaan percepatan tersebut, serta mendapat kompensasi berupa kemudahan-kemudahan dalam pengembangan energi baru terbarukan," ujar Satya.
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan komitmen pemerintah untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat dengan dukungan internasional.
Oleh karena itu, Indonesia terus memperkuat kerja sama dengan negara-negara mitra dan lembaga keuangan internasional untuk menemukan mekanisme pendanaan yang inovatif guna memenuhi kebutuhan investasi dalam mendukung transisi energi.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam pidato kuncinya menyatakan bahwa transisi energi merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai upaya menekan emisi karbon.
Namun demikian, kebijakan transisi energi membutuhkan pembiayaan dan investasi yang sangat besar.
Oleh karenanya, pelaksanaan transisi energi dapat dilakukan melalui pembiayaan berbasis syariah. Salah satu kaidah dalam syariah adalah larangan perusakan di bumi.
Foto: ANTARA