:
Oleh Taofiq Rauf, Selasa, 8 Maret 2022 | 07:04 WIB - Redaktur: Untung S - 260
Jakarta, InfoPublik – Indonesia, harus mampu memanfaatkan momentum Presidensi G20 untuk menunjukkan komitmennya dalam mendorong penggunaan energi bersih (green energy), melalui pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Hal itu, dikatakan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, ketika dihubungi pada Senin (7/3/2022).
Dikatakan dia, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki EBT sangat besar, sehingga harus bisa dioptimalkan. Meskipun sampai saat ini, ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil juga masih besar, namun komitmen Indonesia harus terus ditunjukkan.
“Terlebih, Indonesia mempunyai target untuk mencapai netralitas karbon pada 2060 mendatang,” ungkapnya.
Indonesia, juga mempunyai target bauran energi nasional pada 2025. Bauran nasional terdiri dari EBT sebesar 23 persen, gas bumi 22 persen, minyak bumi 25 persen, dan batu bara 30 persen. Sementara, pada 2020 bauran EBT yang tercapai sebesar 11,20 persen, gas bumi 19,16 persen, minyak bumi 31,60 persen, dan batu bara 38,04 persen.
“Sebagai tuan rumah KTT G20, Indonesia semakin memiliki peranan sentral, terutama terkait dengan mengurangi emisi gas rumah kaca ataupun emisi karbon,” tambahnya.
Sebagai negara tropis, sambung Mamit, Indonesia memiliki peran strategis untuk berkontribusi dalam pemanfaatan energi yang lebih bersih di kancah global. Apalagi, negara-negara luar sangat berharap agar Indonesia bisa mengurangi deforestasi.
“Jadi, memang peran kita sangat sentral apalagi untuk wilayah Kalimantan dan Sumatra. Saya kira itu menjadi salah satu paru-paru dunia yang memang diharapkan nanti bisa untuk mengurangi karbondioksida secara global,” tuturnya.
Komitmen Indonesia menuju transisi energi, juga dibuktikan dengan menciptakan kebijakan-kebijakan yang progresif. Pemerintah juga tengah melakukan pengurangan penggunaan batu bara sebagai sumber energi dengan menggunakan teknologi CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilizaton and Storage), pengembangan Dimethyl Ether (DME) pengganti elpiji, serta peningkatan nilai tambah mineral melalui hilirisasi di dalam negeri.
“Selanjutnya pasti dukungan dari internasional dibutuhkan, karena mereka berkomitmen memberikan bantuan kepada Indonesia agar proses transisi itu bisa berjalan secepatnya,” tutupnya.
Foto ilustrasi: Istimewa