G20 Komitmen Tunda dan Restrukturisasi Utang Luar Negeri Negara Miskin

:


Oleh lsma, Sabtu, 19 Februari 2022 | 07:57 WIB - Redaktur: Untung S - 419


Mandalika, InfoPublik - Di tengah ketidakpastian global saat ini dan kebutuhan untuk meningkatkan resiliensi perekonomian, G20 menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat ketahanan keuangan jangka panjang.

Salah satu di antaranya, memberikan dukungan bagi negara miskin dan berkembang melalui pemberian penundaan pembayaran utang luar negeri, serta restrukturisasi utang luar negeri oleh negara G20.

Untuk itu, G20 mendiskusikan upaya meningkatkan aliran modal asing yang berkelanjutan dan mendorong kaji ulang pandangan institusional Dana Moneter Internasional mengenai liberalisasi dan pengelolaan arus modal jangka pendek untuk memitigasi risikonya.

Sejalan dengan hal tersebut, pandemi COVID-19 juga telah berdampak pada terganggunya rantai pasok perdagangan dan pembiayaan internasional.

Untuk mengatasi hal tersebut, Presidensi G20 Indonesia akan mendiskusikan penggunaan multi-currency dalam perdagangan dan pembiayaan secara berimbang, dengan memperhatikan manfaat dan biayanya. Selain itu, G20 juga berkomitmen untuk memperkuat jaring pengaman keuangan global (Global Financial Safety Net) untuk dapat membantu negara dalam menghadapi gejolak perekonomian global.

Demikian disebutkan dalam siaran pers bersama Bank Indonesia-Kementerian Keuangan usai pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 pada Jumat (18/2/2022).

Dalam pertemuan itu, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 telah mengadopsi komunike, yang merupakan pernyataan bersama para anggota forum G20 yang berisikan komitmen bersama, pernyataan-pernyataan bersama yang disampaikan kepada publik dan terdiri dari isu-isu global terkini yang menjadi perhatian bersama dan merupakan hasil konsensus anggota forum G20, antara lain pemulihan ekonomi global masih berlanjut, tetapi dengan laju yang berbeda antar negara, dan momentum yang melemah akibat merebaknya kembali varian baru virus COVID-19.

Perbedaan kapasitas dalam mengatasi pandemi COVID-19, termasuk salah satunya melalui penyediaan vaksin di berbagai negara, merupakan faktor utama yang menyebabkan pemulihan yang tidak merata. Faktor-faktor ini tentu akan membentuk lanskap ekonomi global ke depan.

Setelah terkontraksi 3,3 persen pada 2020, IMF memproyeksikan bahwa ekonomi global akan tumbuh 5,9 persen pada 2021 dan kembali mengalami kontraksi ke 4,4 persen pada 2022. Faktor lain yang berkontribusi terhadap kontraksi tersebut di antaranya meningkatnya harga pangan dan energi, potensi kenaikan suku bunga, gangguan rantai pasokan, bencana akibat perubahan iklim, dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

Untuk dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, maka penanganan pandemi menjadi prasyarat utama. Hal itu, menjadi hambatan besar di negara miskin dan berkembang yang memiliki keterbatasan kapasitas pendanaan untuk menangani pandemi.

Siaran pers tersebut juga menyebutkan bahwa para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20 berkomitmen untuk memastikan akses ke vaksin yang aman, tepat waktu, adil dan terjangkau, terutama bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah, meningkatkan dialog dan kerja sama global tentang isu-isu yang berkaitan dengan pencegahan, kesiapsiagaan dan respons pandemi (PPR), serta berkontribusi terhadap penguatan arsitektur kesehatan global.

Selain itu, terbentuknya gugus tugas gabungan (joint finance health task force) yang terdiri dari unsur Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan negara anggota G20 bersama WHO dan Word Bank, diharapkan dapat melakukan identifikasi lebih lanjut dan mengkooordinasikan tindakan kolektif, utamanya dalam rangka memobilisasi pembiayaan global untuk PPR.

Sejak terjadinya pandemi, G20 telah memberikan dukungan bagi negara miskin melalui pemberian penundaan pembayaran utang luar negeri, dan juga restrukturisasi utang luar negeri oleh negara G20 kepada negara miskin dan berkembang untuk meningkatkan kapasitas, dalam penanganan pandemi sekaligus meningkatkan kapasitas pengelolaan utang sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi dalam jangka panjang.

Dalam rangka mendukung inisiatif tersebut, lembaga keuangan internasional memfasilitasi melalui penyediaan dana perwalian (trust fund) guna membantu negara miskin dan berkembang.

Forum akan terus mengupayakan capaian yang konkret dan transparan dari legacy Presidensi Indonesia dalam hal mendorong penyelesaian utang-utang negara miskin dan berkembang melalui adopsi kerangka kerja bersama (Common Framework).

Terkait pajak internasional, dalam forum ini, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 juga memastikan implementasi global yang cepat dari paket pajak internasional dua pilar G20/ OECD yang disepakati pada 2021, sepakat untuk mengembangkan model dan instrumen multilateral dengan tujuan untuk memastikan bahwa aturan baru akan mulai berlaku di tingkat global pada 2023.

Forum mendukung kemajuan yang dicapai dalam Kerangka Inklusif G20/ OECD, tentang Base Erosion Profit Shifting/BEPS (transparansi dan pengalokasian hak pemajakan secara adil) dan menyerukan finalisasi dan implementasi yang konsisten di tingkat global. Pembahasan juga meliputi upaya global dan regional, termasuk di kawasan Asia-Pasifik, untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya domestik di negara-negara berkembang melalui bantuan teknis dan peningkatan kapasitas.  

Pandemi COVID-19 telah mengganggu investasi pemerintah dan sektor swasta untuk pengembangan infrastruktur. Untuk itu Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral berkomitmen mengupayakan revitalisasi investasi infrastruktur dengan cara yang berkelanjutan, inklusif, mudah diakses, dan terjangkau, utamanya melalui peningkatan keterlibatan sektor swasta untuk mendukung investasi publik dan lembaga keuangan internasional.

Hal itu, sejalan dengan G20 Raoadmap to Infrastructure. Mobilisasi investasi infrastruktur juga dilakukan untuk meningkatkan inklusi sosial dan mengatasi kesenjangan antar wilayah. Forum juga akan kembali mengusung upaya peningkatan infrastruktur digital dan investasi InfraTech untuk mempersempit kesenjangan digital.

Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral juga mendikusikan arah kebijakan ekonomi dan keuangan yang berkelanjutan dan mengatasi tantangan perubahan iklim, yang merupakan faktor penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks memperkuat upaya global untuk mencapai tujuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Perjanjian Paris, serta menerapkan komitmen UN Climate Change Conference of the Parties (COP26), bauran kebijakan menuju netralitas karbon dan net zero emission mencakup upaya dan kolaborasi bersama termasuk dalam hal mekanisme dan insentif penetapan harga karbon, sambil memberikan dukungan yang ditargetkan kepada negara miskin dan paling rentan, dengan mempertimbangkan situasi nasional. 

Dialog kebijakan Jalur Keuangan G20 (G20 Finance Track Dialogue) tentang dampak makroekonomi dan fiskal terkait kebijakan perubahan iklim dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu teknis terkait.

Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral juga mengingat dan menegaskan kembali komitmen yang diangkat oleh negara-negara maju, untuk tujuan memobilisasi pendanaan iklim bersama sebesar USD100 miliar per tahun pada 2020 dan setiap tahun hingga 2025 sesegera mungkin, untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang, dalam konteks tindakan mitigasi yang berarti dan transparansi dalam pelaksanaannya.

Selanjutnya, dalam rangka mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, G20 berkomitmen untuk menerapkan kebijakan yang terkalibrasi dengan baik (well calibrated), terencana dengan baik (well-planned) dan dikomunikasikan dengan baik (well-communicated) dalam rangka normalisasi kebijakan terkait pandemi dan mengatasi dampak jangka panjang dari pandemi (scarring effect), sesuai dengan kondisi masing-masing negara.

Hal itu,a perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak rambatan dan efek jangka panjang dari perbedaan laju pemulihan ekonomi dan kapasitas penanganan pandemi yang beragam di setiap negara.

Selain hal tersebut di atas, G20 mendiskusikan upaya untuk memperkuat sektor keuangan global dan mengatasi dampak dari pandemi terhadap sektor keuangan. Hal ini diperlukan agar lembaga keuangan dapat menjalankan fungsi intermediasi dalam rangka mendukung perekonomian.

Aspek lain yang menjadi perhatian negara-negara G20 adalah mengelola risiko dan mengoptimalkan manfaat dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi dan digitalisasi di sektor keuangan.

Dari sisi pengelolaan risiko teknologi dan digitalisasi, negara G20 menyepakati perlunya kerangka pengaturan dan pengawasan crypto asset. Perkembangan crypto-asset cukup pesat sehingga bila tidak dipantau secara baik dikhawatirkan dapat menyebabkan instabilitas terhadap perekonomian.

G20 juga menekankan pentingnya melanjutkan asesmen mengenai implikasi dari Central Bank Digital Currency (CBDC) terhadap sistem moneter dan keuangan internasional. Dari sisi optimalisasi manfaat teknologi dan digitalisasi, G20 akan melanjutkan implementasi G20 Roadmap for Enhancing Cross-Border Payments untuk mendorong sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman dan handal, serta mendiskusikan pemanfaatan digitalisasi untuk meningkatkan inklusi keuangan, khususnya bagi kelompok rentan seperti kaum perempuan, pemuda dan usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Foto: Istimewa